Formappi: Penambahan Kursi Wakil Ketua DPR Hanya Memboroskan Anggaran

Leo mempertanyakan langkah DPR menghidupkan kembali alat kelengkapan BAKN dalam jangka waktu dua tahun.

oleh Liputan6.com diperbarui 22 Mei 2018, 20:06 WIB
Wakil Ketua DPR RI, Utut Adianto usai pelantikan di komplek Parlemen DPR/MPR, Jakarta, Selasa (20/3). Pelantikan diawali dengan pengucapan sumpah jabatan dipandu oleh Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali. (Merdeka.com/Imam Buhori)

Liputan6.com, Jakarta - Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) mengevaluasi kinerja DPR Masa Sidang (MS) IV 2017-2018. Pada kesempatan itu, peneliti Formappi Bidang Kelembagaan I Made Leo Wiratma mengkritisi penambahan pimpinan DPR, yakni Utut Ardianto dari Fraksi PDIP.

"Penambahan jabatan Wakil Ketua DPR terlalu mengada-ada karena tujuannya hanya untuk mengakomodasi permintaan PDIP sebagai pemenang pemilu harus mendapat jatah di kursi pimpinan," katanya saat jumpa pers di kantor Formappi, Matraman, Jakarta Timur, Selasa (22/5/2018).

Utut sendiri menduduki posisi Wakil Ketua DPR Bidang Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) dan BURT. Padahal BAKN pada tahun 2009-2014 sudah dibubarkan. Leo mempertanyakan langkah DPR menghidupkan kembali alat kelengkapan BAKN dalam jangka waktu dua tahun.

"BAKN sempat dibubarkan karena selama periode DPR 2009-2014 kinerjanya tidak optimal. Masalahnya, dalam waktu lima tahun saja BAKN tidak optimal apalagi dihidupkan lagi ketika peiiode 2014-2019 yang hanya tinggal 2 tahun," tutur Leo.

"Penambahan jabatan Wakil Ketua DPR ini hanya akan memboroskan anggaran negara karena tidak linear dengan produktivitas yang dihasilkan," imbuh dia.

Selain di tingkat pimpinan, DPR juga merotasi 8 dari 11 pimpinan Komisi DPR yang meliputi Komisi I, II, V, VI, VII, VIII, IX, X, dan dua badan yakni Badan Legislasi dan BAKN. Sebagian besar rotasi tersebut dilakukan atas permintaan Fraksi Partai Golkar dengan alasan kompetensi dan penyegaran.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Tidak Meningkatkan Kinerja

Menteri Keuangan Sri Mulyani beri paparan saat rapat paripurna DPR pada Jumat (18/5/2018) (Foto:Merdeka.com/Dwi Aditya P.)

Leo mengatakan, pergantian pimpinan Komisi sebetulnya merupakan kejadian biasa karena itu menjadi hak fraksi-fraksi di DPR. Dengan harapan, rotasi semacam ini dapat menopang dan meningkatkan kinerja DPR menjadi lebih baik. Namun Leo melihat persoalan lain.

"Persoalannya pertama, mengapa pergantian itu jumlahnya cukup banyak? Kedua, rotasi itu dilakukan dari satu Komisi ke komisi lainnya. Bukankah pindah Komisi akan memerlukan waktu untuk adaptasi kembali dengan tugas-tugasnya di Komisi yang baru? Lalu kapan bekerjanya?" ujar dia.

"Ketiga, rotasi terjadi pada tahun politik. Jadi kalau dilihat dari segi kompetensi, mengapa mereka tidak ditempatkan pada Komisi-komisi itu sejak semula. Dengan demikian, rotasi ini tidak akan signifikan dapat meningkatkan kinerja DPR," tandas Leo.

 

Reporter: Muhammad Genantan Saputra

Sumber: Merdeka.com

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya