HEADLINE: Daftar 200 Mubalig Versi Kemenag Tuai Polemik, Bakal Direvisi?

Menteri Agama menerbitkan 200 nama mubalig yang terekomendasi laik naik mimbar. Kebijakan itu menuai pro dan kontra. Akankah dicabut?

oleh Muhammad AliPutu Merta Surya PutraLiputan6.com diperbarui 23 Mei 2018, 00:03 WIB
banner 200 mubalig versi Kementerian Agama (Liputan6.com/Abdillah)

Liputan6.com, Jakarta - Dengan mengenakan kemeja batik bercorak kembang hijau, Menteri Agama Lukman Hakim Saefuddin menyambangi kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Jalan Proklamasi, Jakarta Pusat. Setibanya pukul 09.30 WIB, Menteri Lukman mencium tangan Ketua Umum MUI KH Maruf Amin yang telah siap menyambutnya.

Kehadiran Menteri Lukman ke markas ulama itu terkait ihwal rilis 200 nama mubalig yang menuai polemik di masyarakat. Ia menyampaikan permohonan maaf kepada para mubalig yang namanya masuk dalam 200 nama itu.

Sejumlah mubalig yang namanya tercantum, seperti Ustaz Yusuf Mansyur, Dahnil Anzar Simanjutak, Fahmi Salim, menolak dimasukkan dalam list tersebut.

"Saya mohon maaf karena menimbulkan ketidaknyamanan bagi mereka, yang namanya ada dalam rilis itu. Itu pun kalau ada," ucap Lukman di Kantor MUI, Jakarta, Selasa (22/5/2018).

Agar persoalan ini tak terus menimbulkan kegaduhan, ia menyebut akan ada pertemuan dengan sejumlah organisasi kemasyarakatan. "Nanti ada pertemuan khusus antara MUI dengan mengundang ormas Islam. Kemudian memperbaiki dan menyempurnakan dari daftar sudah dirilis Kementerian Agama," ujar Lukman.

Dia menjelaskan ada beberapa pihak yang sudah menyodorkan nama penceramah yang akan ditimbang untuk masuk dalam rilis mubalig rekemondasi Kemenag selanjutnya. Usulan nama itu disodorkan melalui beberapa pihak perorangan serta kelembagaan.

"Banyak (masukan nama baru). Banyak jumlahnya saya tidak hitung. Baik secara perorangan maupun secara kelembagaan menyodorkan, usulan nama-nama dirilis dalam kesempatan berikutnya," papar Lukman.

Infografis 20 mubalig versi Kementerian Keagamaan (Liputan6.com/Abdillah)

Sementara itu Wakil Ketua Umum MUI, Zaitut Tauhid, saat dihubungi Liputan6.com,  mengungkapkan sejumlah hasil pertemuan dengan Menteri Agama Lukman, terkait rilis 200 mubalig tersebut. Menurut dia, nama-nama yang tercantum itu masih bersifat sementara. Daftar itu masih bisa bertambah.

"Jadi belum final. Kemenag akan terus mengupdate dan menambah karena tidak mungkin Indonesia yang sangat luas dan besar jumlah penduduknya hanya dilayani 200 mubalig," kata Zainut, Jakarta, Selasa (22/5/2018).

Untuk penambahan nama-nama itu, kata dia, Kemenag akan terus berkonsultasi dengan MUI dan ormas-ormas Islam. Selain itu, MUI dan Kemenag juga sepakat membangun program peningkatan kompetensi dai atau mubalig baik dari aspek materi maupun metodologi malalui program dai bersertifikat.

"Mengingat pentingnya hal ini, MUI dalam waktu dekat akan mengundang ormas-ormas Islam untuk membahas dan mendalami bersama agar bisa menjadi kebijakan bersama," ujar dia.

Yang tak kalah penting, MUI mengimbau semua pihak agar tidak memperpanjang polemik terkait dengan rilis 200 mubalig karena dikhawatirkan dapat menimbulkan kesalahpahaman dan fitnah.

 


Gelombang Protes

Kritik Rakyat ke DPR Tidak Ada Batasnya

Kementerian Agama sebelumnya merilis 200 nama mubalig yang direkomendasikan untuk laik naik podium. Nama-nama itu dinilai berkompeten dan memiliki reputasi baik ketika menyiarkan ajaran agama.

Ada kriteria yang diterapkan untuk masuk dalam deretan nama-nama itu. Sang mubalig harus memiliki kompetensi keilmuan agama yang mumpuni, reputasi baik, dan berkomitmen kebangsaan tinggi.

"Nah atas dasar itulah kami merilis 200 nama penceramah tersebut. Yang harus menjadi catatan kita semua adalah bahwa ini adalah rilis yang pertama dan bukan satu-satunya," tegas Menteri Agama Lukman, Jumat 18 Mei 2018.

Gelombang protes pun bermunculan menanggapi putusan kementerian agama ini. Mereka menilai kebijakan itu dapat membuat umat terpecah dan terkotak-kotak. Selain itu, masalah ini juga dianggap bukan ranahnya Kementerian Agama.

"Tugas pemerintah ini bikin infrastruktur, suruh kenyang rakyat, suruh orang berpendidikan supaya orang makin cerdas, makin rasional dan ilmiah dan yang tidak cerdas makin pintar,” kata Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah di Jakarta Pusat, Minggu 20 Mei 2018.

Menurut Fahri, pemerintah belum memahami sistem demokrasi yang digunakan selama ini. Ia menilai rekomendasi penceramah seharusnya dilakukan lembaga pendidikan khusus.

"Sertifikasi (penceramah) itu ada di lembaga pendidikan, kalau ulama ada di Majelis Ulama, ada serikat asosiasinya, jangan negara mau mengontrol pikiran orang," ucap Fahri dengan nada kesal.

Fahri menilai, daftar 200 penceramah yang dikeluarkan Kementerian Agama menunjukkan pemerintah ingin membatasi kebebasan berpikir rakyatnya.

"Kebebasan berpikir orang jangan dikontrol oleh negara, jangan distandar-standar negara, itu sudah ada lembaganya. Itu kebebasan rakyat saya bilang," kata Fahri.

Saat ini isu seputar sistem pemilu masih menjadi perdebatan hangat di Pansus Pemilu DPR RI

Hal senada disampaikan Wakil Ketua DPR Fadli Zon. Dia menegaskan tak setuju dengan rekomendasi 200 mubalig yang dikeluarkan Kementerian Agama. Menurut Fadli, ulama atau tokoh agama tidak bisa disertifikasi layaknya seorang montir.

"Memang mereka punya standardisasi apa? Memang bisa ulama disertifikasi? Memangnya montir disertifikasi. Kalau montir kan keahliannya memang jelas. Dia tahu bisa diukur," kata Fadli Zon di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (22/5/2018).

Selain itu, kata Fadli, Indonesia bukan negara otoriter sehingga pemerintah tidak perlu mengatur penceramah-penceramah yang bisa mengisi kegiatan keagamaan mereka.

"Tapi kalau yang namanya ulama mau disertifikasi mau kemudian dibikin penyeragaman harus teduh dan sebagainya emangnya kita ini negara fasis, negara otoriter. Kan sudah memilih demokrasi, jadi orang bebas berpendapat sesuai dengan koridor yang ada aturan-aturannya ada," tutur Fadli.

Atas pernyataan tersebut, Menteri Agama Lukman menegaskan bahwa rilis 200 mubalig itu dalam rangka memberi pelayanan atas pertanyaan masyarakat yang membutuhkan nama mubalig.

"Ini bukan seleksi, bukan akreditasi, apalagi standardisasi. Ini cara kami layani permintaan publik," terang Menag yang dikutip dari kemenag.go.id.

Lukman juga menegaskan tak ada motif politik dalam kebijakan rekomendasi 200 mubalig tersebut. Kata dia, daftar 200 mubalig dibuat secara alamiah sesuai daftar usulan yang masuk dari pengurus ormas keagamaan, masjid besar, dan lainnya.

 

 


Tak Akan Dicabut

Menteri Agama Lukman Hakim Saiffudin (kiri) saat memberi keterangan hasil Sidang Isbat, Jakarta, Selasa (15/5). Pemerintah menetapkan awal Ramadan pada Kamis, 17 Mei 2018. (Merdeka.com/Iqbal Nugroho)

Fadli Zon juga menyarankan agar Kemenag mencabut rekomendasi 200 mubalig tersebut. Hal ini diperlukan untuk menghindari kegaduhan di masyarakat. Rilis ini, lanjut dia, juga berpotensi timbulnya prasangka buruk dari masyarakat bahwa 200 nama penceramah itu dipilih berdasarkan pilihan politik.

"Jadi sebaiknya dicabut saja 200 daftar mubalig itu sehingga tidak menimbulkan polemik," imbuhnya.

Lantas bagaimana tanggapan Kementerian Agama atas imbauan poltikus Gerindra tersebut?

"Tidak akan ditinjau, tidak akan dicabut," tegas Ketua Balai Litbang Kementerian Agama, Muhammad Adlin Sila saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Selasa (22/5/2018).

Namun begitu, lanjut dia, Kementerian Agama akan semakin mendengarkan masukan dari masyarakat, terutama dari ormas-ormas Islam. Sejauh ini pihaknya menerima masukan dari berbagai pihak yang layak ditambahkan dalam daftar tersebut.

"Mungkin itu bisa ribuan (jumlahnya)," ujar dia.

Lebih jauh Adlin mengungkapkan asal usul terbitnya 200 nama mubalig terekomendasi. Kata dia, usulan itu berasal dari masyarakat. "Bukan top down (dari pemerintah)," tegas dia.

Ada sekelompok masyarakat yang meminta Kemenag merilis nama-nama penceramah yang memiliki nilai-nilai kebangsaan, cinta NKRI, dan toleransi. Kriteria ini disinyalir untuk menangkal radikalisme setelah Indonesia dilanda rentetan peristiwa ledakan bom di Surabaya, Jawa Timur.

"Ada beberapa penceramah yang tidak terlalu sensitif terhadap kondisi masyarakat yang heterogen, yang punya banyak faham keagamaan, yang cenderung membidahkan, atau mengkafirkan," papar Adlin.

Kemenag pun menampik anggapan terbitnya 200 nama mubalig untuk membungkam dai yang selama ini kritik terhadap pemerintah. Sebab dalam deretan label itu, tak tercantum nama Rizieq Shihab serta ustaz lainnya yang dikenal bersuara lantang kepada pemerintah.

"Itu penilaian berlebihan. Ini tugas pokok dan fungsi Kemenag agar kerukunan lebih diutamakan dibanding konflik di masyarakat," kilah Adlin.

 

 

Saksikan tayangan video menarik berikut ini:

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya