Liputan6.com, Boyolali - Letusan freatik yang terjadi di puncak Gunung Merapi, menyebabkan sejumlah warga di lereng gunung sisi Boyolali, mengungsi. Meski demikian, saat aktivitas gunung paling aktif itu menurun, warga kembali ke rumah masing-masing.
Pantauan Liputan6.com, sejumlah warga Dusun Stabelan, Tlogolele, Selo, Boyolali, terlihat beraktivitas seperti biasanya seperti bertani, berkebun, dan beternak. Padahal, kampung tersebut merupakan wilayah yang paling dekat dengan puncak Gunung Merapi.
Baca Juga
Advertisement
Saat terjadi letusan freatik di puncak gunung yang terletak di perbatasan Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada Senin petang lalu, warga dusun tersebut ramai-ramai meninggalkan kediamannya menuju Tempat Penampungan Pengungsi Sementara (TPPS) Tlogolele.
Mereka mengungsi karena takut jika letusan seperti yang terjadi pada 2010 lalu terulang kembali pada Senin kemarin. Pasalnya, menurut sejumlah warga ciri-ciri letusan menunjukkan kesamaan dengan erupsi Gunung Merapi, delapan tahun lalu.
"Saat muncul letusan dan abu naik naik ke atas itu terlihat seperti kilat di puncak Merapi. Itu seperti petir padahal tidak hujan," kata, Parni, salah seorang warga Stabelan, Tlogolele, Selo, Boyolali, Selasa, 22 Mei 2018.
Sementara itu, Kepala Badan Penanggulangan Bencana daerah (BPBD) Boyolali, Bambang Sinungharjo mengatakan saat terjadi letusan pada Senin petang lalu, menyebabkan sebanyak 362 orang mengungsi di TPPS Tlogolele.
"Mereka mengungsi karena Stabelan itu kampung yang paling dekat dengan puncak Merapi," katanya.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Kilatan Tanda Bahaya
Parni menjelaskan, kilatan cahaya yang berbarengan dengan keluarnya abu di puncak Merapi bagi warga setempat seperti pertanda bahaya. Warga Stabelan pada Senin petang lalu, langsung mengungsi begitu melihat kilatan cahaya saat letusan freatik terjadi.
"Kalau sudah keluar kilatan cahaya seperti petir itu tanda untuk segera mengungsi. Kemarin itu kilatan itu terlihat sebanyak dua kali," ucapnya.
Ia mencoba membandingkan saat erupsi Merapi tahun 2010 silam yang cukup parah. Bahkan, saat itu, intensitas kilatan yang berbarengan dengan letusan cukup banyak. Gara-gara erupsi delapan tahun lalu, warga khawatir peristiwa itu terulang.
"Tahun 2010 lalu kilatannya banyak banget, sedang kemarin cuma sedikit. Meski begitu, warga cukup panik karena trauma dengan kejadian yang dulu," tuturnya.
Hal senada diungkapkan Gimu, warga Stabelan lainnya. Menurutnya, saat terjadi letusan kemarin, selain mengeluarkan suara gemuruh, di atas juga terlihat kilatan cahaya. "Cleret (kilatan) seperti petir di atas puncak Merapi," kata dia.
Munculnya pertanda itu, Gimu memutuskan untuk mengajak keluarganya langsung mengungsi di TPPS Tlogolele. Tak hanya keluarganya, ternyata warga Stabelan lain juga takut dan mengungsi meninggalkan rumahnya masing-masing.
"Karena takut, warga dengan menggunakan mobil maupun kendaraan roda dua mengajak ibu-ibu dan anak-anak mengungsi di Tlogolele," ujarnya.
Advertisement
Siap Siaga
Saat di tempat pengungsian, letusan juga kembali terjadi pada Selasa dini hari. Meski demikian, usai sahur, warga banyak yang meninggalkan tempat pengungsian untuk kembali ke rumah.
"Tadi sekitar pukul 05.00 WIB sudah balik ke rumah karena sudah tenang. Tapi nanti kalau kondisi tidak aman lagi ya balik lagi ke pengungsian," ujar dia.
Dari hasil pengamatan di Dusun Stabelan yang merupakan wilayah paling dekat dengan puncak Merapi yang berjarak sekitar 3 kilometer itu aktivitas warga sudah kembali normal. Banyak warga yang sudah kembali bertani maupun mencari rumput untuk pakan ternaknya.
Gumi yang sehari-hari sebagai pedagang sayur pun beraktivitas seperti biasanya, yakni membeli sayuran hasil panen petani untuk dijual kembali di Pasar Soko, Dukun, Magelang. "Nanti kalau tidak habis akan saya bawa ke Pasar Muntilan," tuturnya.
Mengantisipasi kondisi Merapi yang bergeliat, ia sudah menyiapkan berbagai surat berharga. Jika sewaktu-waktu mengungsi, ia tinggal membawanya.
"Tak hanya itu, sekarang mobil kalau parkir itu bagian depannya saya hadapkan ke jalan, padahal kalau dulu tidak. Ini supaya kalau mau mengungsi tinggal meluncur," ujarnya.