Liputan6.com, Jakarta - Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Agum Gumelar mengatakan, data intelijen bisa diandalkan untuk membendung terorisme.
"Intelejennya kuat di masing-masing. BIN-nya kuat, BAIS-nya kuat, Intel polisinya kuat, tapi belum terkoordinir dengan baik. Ini mungkin ada suatu upaya mengkoordinir intel ini, supaya menjadi satu kesatuan Intelejen yang baik dan bisa bertindak tepat dan terukur," ucap Agum Gumelar di Jakarta, Selasa (22/5/2018).
Advertisement
Dia menuturkan, mekanisme kerja dari para intelejen memang harus diubah dan diperbaiki.
Dia menuturkan, tidak ada yang kecolongan, menyusul masih banyak WNI yang dari Suriah bisa lolos kembali ke tanah air. Menurutnya tak gampang mengawasi.
"Memang ada masukan ke saya, terhadap WNI yang ke Suriah, ke Irak mendukung ISIS, yang sudah teridentifikasi, cabut saja paspornya. Ini masukan ke saya. Apakah itu bisa dibenarkan atau tidak, perlu dipertimbangkan. Saya rasa perlu dicabut paspornya, itu sebagai konsekuensi melanggar hukum dan mengkhianati bangsa dan negara," tutur Agum Gumelar.
Tanggapi Koopsusgab
Di sisi lain, Agum menilai, pelibatan komando operasi khusus gabungan (Koopsusgab) jangan dipermanenkan sifatnya. Melainkan situasional.
"Mungkin situasional ya itu menurut saya," ungkap mantan Komandan Kopassus itu.
Mantan Menteri Koordinator Politik dan Keamanan ini, juga menyebut tetap pihak Kepolisian yang akan berada di depan atau memegang komando. Sehingga pelibatan TNI, cukup melihat kondisinya, diperlukan atau tidak.
"Seperti Tinombala, itu kan Kendali operasi di Polisi, tapi dilibatkan Kostrad dan petugas organik TNI. Dalam menghadapi teror pun harus seperti itu," pungkasnya.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement