Dilarang WHO, Ini Bahaya Lemak Trans bagi Kesehatan Jantung

Inilah mengapa Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melarang penggunaan lemak trans dalam produk makanan

oleh Giovani Dio Prasasti diperbarui 23 Mei 2018, 16:40 WIB
Lemak trans kerap digunakan di kentang goreng (iStockphoto)​

Liputan6.com, Jakarta Bukan tanpa alasan Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO melarang penggunaan lemak trans. Yang paling berbahaya tentunya adalah penyakit kardiovaskular.

Mengutip Vox pada selasa (22/5/2018), lemak trans adalah lemak tidak jenuh yang bisa terjadi secara alami, tetapi dengan kadar rendah pada beberapa daging dan produk susu.

Namun, yang berbahaya adalah lemak trans yang dibuat oleh manusia seperti minyak terhidrogenasi parsial. Lemak ini digunakan karena murah. Minyak ini mampu menyumbat arteri dan membuatnya lebih pendek.

Lemak ini dipopulerkan pada 1950-an dan penggunaannya meluas hingga di banyak makanan. Mereka ada di kue, pai, piza, kentang goreng, hingga krim kopi dan popcorn.

Alasan penggunaannya adalah karena lebih murah dibandingkan dengan lemak hewani, meningkatkan daya simpan makanan, dan dianggap membuat lebih enak.

Namun, banyak penelitian menunjukkan bahwa jumlah kecil lemak trans meningkatkan kolesterol jahat dalam darah, serta menurunkan tingkat kolesterol baik. Hal ini meningkatkan risiko penyakit jantung koroner dan serangan jantung.

Simak juga video menarik berikut ini:

 


Risiko penyakit jantung meningkat

Risiko terkena penyakit jantung meningkat karena penggunaan lemak trans (iStockphoto)

Sebuah penelitian di tahun 2006 yang terbit di New England Journal of Medicine menunjukkan, tiap 2 persen asupan kalori yang berasal dari lemak trans, risiko penyakit jantung akan meningkat sebesar 23 persen.

Walaupun begitu, masih ada perdebatan tentang manfaat kesehatan dari lemak jenuh dan tak jenuh. Namun yang pasti, saat ini para ahli kesehatan dengan tegas menolak lemak trans.

Lemak trans sendiri banyak ditemukan dalam produk-produk makanan di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah.

Negara-negara tersebut belum melarang lemak trans dan memiliki angka penyakit kardiovaskular yang tinggi.

 


Denmark dan New York

New York menjadi kota yang sukses melarang penggunaan lemak trans (iStockphoto)

Salah satu negara yang telah menerapkan kebijakan pelarangan lemak trans adalah Denmark. Tiga tahun setelah aturan tersebut berlaku, tingkat kematian akibat penyakit kardiovaskular menurun hingga 14,2 kematian per 100 ribu orang.

Sementara di New York, kematian kardiovaskular menurun sebesar 4,5 persen setelah mereka memberlakukan larangan penggunaan lemak trans.

"Ada miliran orang di seluruh dunia yang mengonsumsi makanan dengan lemak trans. Mereka tidak tahu hal itu menyebabkan setengah juta kematian setiap tahunnya," ujar Dr. Tom Friden, presiden dan CEO yayasan Resolve to Save Lives yang juga mantan kepala Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Amerika serikat.

"Itu sebabnya pendekatan kesehatan masyarakat, melalui kebijakan yang efektif dapat menyelamatkan sebagian besar kehidupan," tambahnya.

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya