Liputan6.com, Jakarta - PT Bank Mandiri (Persero) Tbk menargetkan akan lebih agresif memacu pertumbuhan kredit ritel yang diharapkan menjadi salah satu penopang kenaikan kredit pada 2018. Targetnya, pertumbuhan kredit sampai akhir tahun ini bisa mencapai 10-11 persen.
Direktur Utama Bank Mandiri, Kartika Wirjoatmodjo mengatakan, perseroan membidik pertumbuhan kredit secara keseluruhan sebesar 10 hingga 11 persen pada tahun ini. Dengan begitu, dia optimistis, target dua digit akan tercapai bila melihat proyeksi pertumbuhan ekonomi yang lebih baik.
Baca Juga
Advertisement
"Fokus kita ada di korporasi, lalu di segmen ritel, dan di Kredit Usaha Rakyat (KUR). Satu tahun ini kita agresif di korporasi, kita dorong biasanya tumbuh single digit, tapi dua tahun ini korporasi di double digit. Untuk korporasi kita fokus dengan infrastruktur," ungkap Tiko, begitu sapaan akrabnya di Jakarta, seperti ditulis Rabu (23/5/2018).
Tiko mengatakan, tantangan tahun ini adalah menjaga pertumbuhan bisnisnya. Untuk segmen ritel dan KUR. Dengan begitu, Bank Mandiri optimistis dapat mencapai angka yang diharapkan oleh stakeholder.
"Di ritel kita coba agresif di segmen-segmen yang konsumtif. Di KUR, targetnya Rp 14 triliun, kita ingin penambahan alokasi KUR karena ternyata daya serapnya tinggi sekali di market," imbuhnya.
Sementara, lanjut Tiko, pemerintah masih gencar pada pembangunan infrastruktur. Di mana hampir semua proyek pemerintah Badan Usaha Milik Negara (BUMN), perseroan berkontribusi cukup besar.
"BUMN kita masuk cukup besar, terakhir yang besar di proyek LRT dan pembangunan Bandara Kulon Progo, pembangunan pabrik Semen Gresik dan sebagainya, kita masuk cukup besar. Kita juga support BUMN Karya seperti Jasa Marga, PLN, dan lainnya," kata Tiko.
Reporter : Dwi Aditya Putra
Sumber : Merdeka.com
Bank Mandiri Ramal Inflasi 4 Persen pada 2018
Bank Mandiri prediksi inflasi berada di kisaran empat persen pada 2018. Prediksi inflasi itu belum memasukkan perubahan harga bahan bakar minyak (BBM).
Ekonom Bank Mandiri, Anton H. Gunawan menyampaikan hal itu dalam Indonesia Economic dan Market Outlook Q2/2018.
"Ekspektasi inflasi setahu ke depan kami naikkan ke arah empat persen dengan catatan belum memasukkan kemungkinan perubahan dalam administered price misalnya harga BBM karena melihat situasi di pemilu nanti dan harga minyak dunia yang tinggi dan kita agak tinggi asumsinya dalam (APBN) USD 48 per barel sedangkan (harga minyak) Brent sudah USD 70-an per barel," ujar dia di Plaza Mandiri, Jakarta, pada 17 Mei 2018.
Anton masih meyakini pemerintah bisa menjaga inflasi stabil pada 2018 dengan berbagai kebijakan yang dikeluarkan.
"Inflasi rendah dan banyak program termasuk di dalamnya administered price berusaha dijaga supaya tidak naik. sasarannya masyarakat yang pendapatan rendah tidak berkurang daya belinya," ujar dia.
Meski demikian, pemerintah harus memperhatikan harga komoditas yang berangsur-angsur naik. Harga komoditas tersebut akan mempengaruhi beban pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
"Tapi dengan meningkatnya harga komoditi terutama minyak kita harus lebih waspada karena beban meningkat. Kalau beban tidak dimunculkan pada subsidi di anggaran, keliatannya relatif aman. Tetapi ada beban yang di shift ke BUMN itu yang perlu dicermati," ujar dia.
Reporter: Wilfridus Setu Embu
Sumber: Merdeka.com
Advertisement