Kok Banyak Berita Palsu di Facebook? Ternyata Ini Motifnya

Berita palsu di Facebook ternyata tidak selalu bermotif politik, ini penjelasan dari bos Facebook.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 23 Mei 2018, 17:00 WIB
Seorang demonstran beraksi terkait skandal kebocoran data Facebook di markas Parlemen Eropa di Brussel, Belgia, Selasa (22/5). Parlemen Eropa memperingatkan Facebook bahwa peraturan di Eropa lebih ketat ketimbang di AS. (AP Photo/Geert Vanden Wijngaert)

Liputan6.com, Jakarta - Penyebaran berita palsu atau hoax di Facebook sedang menjadi sorotan. Berita palsu, apalagi jika berisi konten politik, tidak hanya menyesatkan persepsi publik, tapi memicu kebencian dan kekerasan pada suatu golongan.

Bila sepintas diperhatikan, berita-berita palsu kerap bermotif politik untuk mendiskreditkan tokoh atau partai politik tertentu. Tapi, CEO Facebook Mark Zuckerberg menyebut kasus demikian belum tentu bermotif politik.

"Perlu dicatat, banyak berita palsu di Facebook ternyata bermotif ekonomi, bukan dimotivasi oleh politik," ucapnya di hadapan Parlemen Eropa di Brussel, Belgia, Selasa (22/5/2018) waktu setempat.

Zuckerberg menilai, cara demikian serupa dengan spam yang menyebar di e-mail agar diklik korbannya. Ia pun mengungkapkan cara melarang mencari uang dengan cara demikian di Facebook.

"Untuk melakukannya, kami mencekal situs-situs yang terus menayangkan berita palsu supaya tak memakai produk iklan kami untuk mencari uang," ucapnya.

"Kami juga memblokir berita-berita yang sekadar sensasional dan bersifat clickbait, serta mengurangi distribusi cerita dan news feed yang telah ditandai sebagai palsu oleh pemeriksa fakta dari pihak ketiga," lanjut Zuckerberg.

Zuckerberg turut mengakui bahwa pihak Facebook terlambat mengantisipasi intervensi negara lain lewat platform tersebut.

"Kami sempat tidak siap melawan serangan informasi sesat yang terkoordinasi. Sejak itu, kami membuat investasi signfikan untuk melindungi integritas pemilu agar intervensi sulit terjadi lewat Facebook," jelasnya.


Memakai Teknologi AI Melawan Konten Negatif

Presiden Parlemen Eropa Antonio Tajani (kanan) menyambut CEO Facebook Mark Zuckerberg di markas Parlemen Eropa, Brussel, Belgia, Selasa (22/5). Cambridge Analytica dianggap terlibat dalam kampanye Donald Trump pada 2016. (AP Photo/Geert Vanden Wijngaert)

Upaya lain yang dipakai Facebook adalah memakai teknologi AI (Artifical Intelligence, kecerdasan buatan) dalam melawan konten-konten negatif.

"Kita memakai AI untuk menghilangkan akun palsu yang bertanggung jawab atas penyebaran berita palsu dan informasi melenceng, dan iklan berkonten buruk di Facebook," ujarnya.

Zuckerberg pun menekankan dan menyadari tanggung jawabnya yang besar dalam melawan konten terorisme dan ujaran kebencian di Facebook.

Ia menyebut Facebook akan mempekerjakan lebih banyak orang untuk melawan konten-konten tersebut.

"Kami punya kemampuan untuk mengembangkan lebih banyak lagi perangkat AI, agar bisa menandai konten-konten tersebut," kata Zuckerberg. 


Parlemen Eropa Tidak Puas

Presiden Parlemen Eropa Antonio Tajani (kiri) dan CEO Facebook Mark Zuckerberg (kanan) saat memberi keterangan di Brussel, Belgia, Selasa (22/5). Zuckerberg menyampaikan permintaan maafnya terkait skandal kebocoran data Facebook. (EBS/AFP)

Di sisi lain, argumen Zuckerberg soal kasus penyalahgunaan data tidak sepenuhnya memuaskan Parlemen Eropa, terutama karena waktu yang terbatas. Parlemen pun sudah jengah dengan permintaan maaf dari bos Facebook.

"Minta maaf adalah hal yang bagus dan memang diperlukan, (tetapi) ketahuilah itu tidak cukup, sekarang tindakan lebih utama," kata Manfred Weber, politisi Eropa dari Jerman seperti yang dikutip dari laman Politico EU, 

Sementara di Britania Raya, Damian Collins, politisi Partai Konservatif, menyesalkan format tanya jawab di Brussel. Lewat akun Twitternya, ia menyebut Zuckerberg berhasil menghindari pertanyaan-pertanyaan penting.

"Sesi hari ini di EP (European Parliament) melewatkan sebuah kesempatan. Sejam pertanyaan, diikuti pernyataan panjang lebar Zuckerberg, yang mana pertanyaan sulit tak dapat dijawab olehnya," ujar pria yang juga menjabat sebagai Ketua Komite Digital, Budaya, Media, dan Olahraga Parlemen Britania.

Collins turut mengkritik fakta bahwa format tersebut terlebih dulu disetujui Zuckerberg, sehingga tidak mampu membawa investigasi mendalam seputar isu Facebook.

Pihak Parlemen Britania pun berupaya agar Mark Zuckerberg hadir di hadapan mereka guna memberi penjelasan.

(Tom/Isk)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya