Unggahan Guru Besar Undip soal HTI Berujung Sidang Etik

Guru Besar Undip Profesor Suteki berharap sidang etik perihal unggahannya mengenai HTI berjalan adil dan tidak dipolitisasi.

oleh Liputan6.com diperbarui 24 Mei 2018, 19:00 WIB
Pengunjung mengabadikan lambang Garuda di Museum Nasional, Jakarta, Jumat (2/6). Pameran digelar dari 2 hingga 15 Juni 2017, sebagai rangkaian kegiatan hari kelahiran Pancasila yang jatuh tanggal 1 Juni. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Semarang - Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (Undip) Semarang Suteki berharap sidang etik terkait dengan dirinya yang dilakukan Dewan Kehormatan Kode Etik (DKKE) berjalan fair.

"Saya berharap ini berjalan fair. Jangan karena masalah ini, ekspresi saya ini, seolah puluhan tahun yang sudah saya kerjakan tidak berarti sama sekali," kata Profesor Suteki di Semarang, Rabu, 23 Mei 2018, dilansir Antara.

Hal tersebut diungkapkannya menanggapi pemberitaan mengenai unggahan-unggahannya di media sosial yang viral dan ditafsirkan sebagai bentuk dukungan terhadap Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).

Ia mengakui, Undip melalui Dewan Kehormatan Kode Etik (DKKE) menggelar sidang etik terkait permasalahan tersebut. Namun, Suteki belum mengetahui perkembangan, termasuk hasil sidang etik itu.

Apalagi, kata dia, sampai sejauh ini belum ada pemanggilan terhadap dirinya dalam sidang etik itu, termasuk surat teguran dari universitas atas unggahan-unggahannya di medsos yang sempat viral.

Yang jelas, Suteki mengatakan bahwa dirinya siap mengikuti prosedur yang dilakukan Undip, termasuk sidang etik tersebut supaya tidak menjadi 'bola liar' karena banyak pemberitaan yang menyudutkannya.

"Bahkan, sudah membunuh karakter saya sebagai dosen Pancasila karena saya dikatakan anti-Pancasila, anti-NKRI, dan sebagainya. Saya ini sudah 24 tahun mengajar Pancasila," ungkapnya.

Sebagai pengajar Pancasila di Undip, termasuk mengajar juga di Akademi Kepolisian RI, kata dia, ketika berbicara tentang persatuan Indonesia pastinya berbicara tentang Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

"Bagaimana kesatuan dibentuk? Apa bedanya persatuan dan kesatuan? Yang tentunya dengan teori dan konsep yang dibangun menjelaskan bahwa we are one Indonesia," ucapnya.

 


Pengajar Pancasila

Buat yang mau kuliah di Undip Semarang, yuk lihat berbagai fasilitas yang ada di sana. (Foto: d3admperkantoran.undip.ac.id)

Apa yang dituangkannya lewat medsos, kata dia, merupakan ekspresinya sebagai orang hukum, seorang muslim, dan kebetulan mengerti dan memahami kondisi negara ini, serta tidak bermaksud anti-Pancasila dan anti-NKRI.

"Kalau tidak percaya coba ditanya anak-anak didik saya, apakah pernah saya mengajari anti-NKRI? Anti-Pancasila? Bagaimana mungkin pengajar Pancasila, kemudian mengatakan kamu jangan Pancasilais?" katanya.

Bahkan, sosok kelahiran Sragen, Jawa Tengah, itu ketika masuk di Undip sebagai mahasiswa menjadi juara pertama Penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4).

"Unggahan itu ekspresi seseorang yang menyatakan begini begitu, tetapi bisa dipertanggungjawabkan. Tolong lihat sisi ilmiahnya. Jangan semua dipolitisasi, dikatakan serbaekstrem, anti ini, dan sebagainya," katanya.

Undip berencana menggelar sidang etik DKKE terhadap staf pengajarnya yang diduga mendukung HTI lewat unggahan-unggahannya di medsos, salah satunya Prof Suteki.

"Saya baru saja mendapatkan informasi, rapat DKKE masih belum selesai sore ini dan akan dilanjutkan besok (24/5/2018). Rapat bersifat tertutup, saya saja tidak diizinkan masuk," kata Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Humas Undip Nuswantoro Dwiwarno.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya