Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan membantah jika Indonesia akan kembali mengalami krisis. Hal ini menyusul pelemahan rupiah yang terus terjadi dalam beberapa waktu terakhir.
Luhut mengungkapkan, pelemahan rupiah tidak bisa langsung dikaitkan dengan krisis ekonomi. Selain itu, tidak ada indikasi kuat yang menunjukkan Indonesia akan masuk pada fase krisis.
Advertisement
"Enggak ada, sama sekali enggak ada tuh. Sama sekali enggak ada indikasi ke situ," ujar dia di Kantor Kemenko Kematiriman, Jakarta, Kamis (24/5/2018).
Menurut Luhut, pelemahan rupiah saat ini juga dialami oleh mata uang negara lain. Bahkan, depresiasi rupiah lebih baik ketimbang mata uang lain.
"Saya kita tidak berhenti di situ. Karena enggak boleh lihat rupiah sendiri, jadi musti lihat currency dengan yang lain. Depresiasinya bagaimana kan sama. Lihat bagaimana dengan Filipina, bagaimana dengan yang lain-lain," kata dia
Luhut juga meminta masyarakat untuk tidak khawatir akan isu krisis dari sumber yang tidak jelas. Menurut dia, pemerintah telah melakukan antisipasi dan terus memantau perkembangan yang terjadi baik di dalam negeri maupun global.
"Kalau itu si saya bisa, mana ekonomnya suruh ke saya. Yang bilang ekonomnya itu siapa. (Jadi) bahwa kita hati-hati, iya. Kita prudent di sana-sini, iya. Tapi enggak dibilang kita takabur juga, enggak. Tapi kalau bilang lampu kuning krisis, suruh ke saya dia," tandas dia.
Sri Mulyani Bantah Ekonomi RI Sudah Lampu Kuning
Selain Luhut, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati pun membantah jika kondisi perekonomian Indonesia saat ini disebut-sebut berada dalam lampu kuning. Dirinya menegaskan, pemerintah akan selalu mewaspadai berbagai gejolak yang terjadi.
"Kita tetap akan melihat ekonomi secara waspada dan hati-hati, kita melakukan seluruh policy kita, respons terhadap situasi yang berkembang," kata Sri Mulyani saat ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (24/5/2018).
Sri Mulyani pun menegaskan bahwa ekonomi Indonesia dalam kondisi yang aman. Pertumbuhan ekonominya masih di atas 5 persen
"Pada dasarnya seluruh yang disebut makro ekonomi growth-nya di atas 5 persen, fiskal kita di bawah menuju 2 persen (defisit APBN), inflasinya sekitar 3,4 persen," ujarnya.
Sementara itu, tekanan yang dialami pada neraca pembayaran terjadi karena kurs rupiah yang sedang melemah.
"Neraca pembayaran kita mengalami tekanan karena current account defisit. Oleh karena itu, kita perlu melakukan adjusment terhadap situasi yang sekarang berkembang," tandas Sri Mulyani.
Reporter : Yayu Agustini Rahayu Achmud
Sumber : Merdeka.com
Advertisement