KPU Dinilai Melanggar HAM Jika Melarang Mantan Napi Korupsi Nyaleg

Fritz menambahkan, derajat PKPU berada di bawah UU dan putusan MK yang membolehkan hal tersebut.

oleh Liputan6.com diperbarui 25 Mei 2018, 06:31 WIB
Komisi II DPR menyetujui Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) tentang Pemutahiran Data dengan catatan.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemilihan Umum (KPU) segera menerbitkan Peraturan KPU (PKPU) tentang pencalonan anggota legislatif. Salah satu yang diatur di dalamnya adalah larangan bagi mantan narapidana korupsi mencalonkan diri sebagai anggota legislatif.

Namun, anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar mengatakan, jika aturan ini ditetapkan dan mantan napi kasus korupsi dilarang mencalonkan diri, KPU melanggar hak asasi manusia (HAM) dengan menghilangkan hak dipilihnya seseorang menjadi anggota legislatif.

"Dalam Pasal 28 poin j UUD 1945 disebutkan bahwa pembatasan hak hanya boleh dilakukan dengan dua cara, yaitu melalui UU dan putusan pengadilan. Selama tidak ada UU atau putusan pengadilan yang mengatur maka hak seseorang tak dapat dihilangkan," jelas Fritz di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (24/5/2018).

Terkait napi yang telah menjalankan pidananya dalam kasus korupsi, telah ada putusan MK yang mengatur yaitu putusan Nomor 42 Tahun 2015 dan putusan Nomor 51 Tahun 2016.

"Intinya MK mengatakan terpidana korupsi yang telah menyelesaikan pidananya maka dia dapat kembali menjadi calon atau mendapatkan haknya untuk dipilih kembali asal dia mengakui secara terbuka," kata Fritz.

Hal itulah yang menjadi dasar alasan Bawaslu mengatakan KPU justru melanggar HAM jika tetap memutuskan pelarangan mantan napi korupsi mencalonkan diri sebagai anggota legislatif. Fritz menambahkan derajat PKPU berada di bawah UU dan putusan MK yang membolehkan hal tersebut.

"Kalau orang ingin dihilangkan haknya untuk dipilih itu hanya boleh melalui UU atau Putusan Pengadilan dan bukan oleh Peraturan KPU. Lalu mengapa KPU melarang hal tersebut? Bagi kami itu tak hanya sekadar menambah persyaratan. Tidak saja melanggar UU tapi pelanggaran HAM berat," tegas Fritz.

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Bisa Menimbulkan Masalah

Ketua Bawaslu Abhan (kiri) mengikuti mengikuti rapat dengar pendapat dengan Komisi II DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (13/3). Rapat tersebut membahas Peraturan KPU (PKPU) yang mengatur pelaksanaan Pemilu 2019. (Liputan6.com/JohanTallo)

Jika kemudian KPU tetap mengesahkan aturan itu, Fritz mengatakan menjadi hak KPU. Tapi ia mengingatkan ada potensi masalah yang dapat dimunculkan akibat aturan itu.

"Apabila KPU tetap berkata seperti itu, itu menjadi hak KPU. Meski kami lihat ada potensi-potensi yang bisa muncul permasalahan ke depan. Tapi saya rasa KPU sudah melihat hal tersebut," ujar dia.

 

Reporter: Hari Ariyanti

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya