Niger Tak Akan Deportasi Putra Khadafi

Pemerintah Niger tidak akan memulangkan Saadi, putra diktator Libia Muammar Khadafi yang ditumbangkan, ke negaranya.

oleh Liputan6 diperbarui 17 Sep 2011, 10:52 WIB
Liputan6.com, Niamey: Pemerintah Niger tidak akan memulangkan Saadi, putra diktator Libia Muammar Khadafi yang ditumbangkan, ke negaranya. Sebelumnya, Saadi Khadafi melarikan diri usai keruntuhan rezim di Tripoli. Demikian pernyataan Marou Amadou, juru bicara pemerintah Niger, Jumat (16/9) waktu setempat.

"Dengan memperhatikan kewajiban internasional (kami), kita tidak bisa mengirim seseorang kembali ke sana di mana ia tidak memiliki kesempatan untuk menerima pengadilan yang adil dan di mana ia bisa menghadapi hukuman mati," katanya.

"Di sisi lain, jika pria ini atau orang lain diinginkan oleh pengadilan yang independen...yang memiliki kompetensi universal atas kejahatan yang dia kejar, Niger akan melakukan tugasnya," tambahnya.

Pada kunjungan ke Libia pada Kamis silam dengan Perdana Menteri Inggris David Cameron, Presiden Prancis Nicolas Sarkozy yakin bahwa Niger akan bekerja sama dalam hal ini. "Kami tidak punya alasan untuk meragukan komitmen para pemimpin Niger untuk keadilan internasional," kata Sarkozy.

"Kami adalah pemerintah berdaulat dan kami akan mempertimbangkan permintaan atau tuntutan ketika mereka diterima," kata Amadou.

Saadi Khadafi termasuk pada daftar orang dekat dengan rezim Khadafi yang ditargetkan oleh sanksi perjalanan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Pria 38 tahun, putra  ketiga dari tujuh anak lelaki Khadafi, meninggalkan karier sepak bolanya di Italia pada 2004 untuk bergabung dengan tentara, di mana dia memimpin satu satuan elite.

Dia tiba di Niger, salah satu negara di Afrika Barat yang diuntungkan oleh kemurahan Khadafi, pada Minggu dalam sebuah konvoi bersama anggota lain dari rezim yang digulingkan.

Niger telah mengonfirmasi 32 loyalis Khadafi di wilayahnya, termasuk tiga jenderal, dan mengatakan hal yang memungkinkan mereka masuk adalah karena "alasan kemanusiaan".

Niamey telah resmi mengakui Dewan Transisi Nasional (NTC) sebagai kepemimpinan sementara Libia. Pihaknya telah menegaskan bahwa Khadafi sendiri tidak berada di wilayahnya dan menyatakan bahwa hal ini sesuai dengan perjanjian internasional jika orang-orang Libia ingin melintasi perbatasannya.

"Niger tidak akan ragu untuk menghormati kesepakatan, karena negaranya adalah negara demokrasi dan negara hukum," kata Amadou.

"Para loyalis Khadafi berada di bawah penjagaan kami, pengawasan kami dan kami akan kontrol dan pemerintah akan memastikan bahwa orang-orang ini menahan diri dari semua kegiatan politik," tambahnya.

Juru bicara itu mengatakan, delegasi NTC diharapkan datang di Niamey dan untuk sementara pihaknya dalam kontak teratur dengan otoritas transisi.

Tapi, Amadou kembali mengatakan kepada wartawan, bahwa ancaman terbesar dalam stabilitas di kawasan ini adalah Al-Qaidah cabang Afrika utara, Al-Qaidah di Islam Maghribi (AQIM), yang mengklaim mendapatkan senjata di Libia.

"Hal yang terburuk bukanlah datang dari beberapa pengungsi Libia yang dekat dengan Khadafi, tapi komplikasi yang sangat serius dari perang ini (Libia) adalah berpemgaruh pada keamanan dan stabilitas kawasan Sahel sudah rapuh," katanya.

"Orang harus melihat masalah nyata dalam krisis Libia: itu adalah memperkuat AQIM, memperkuat pengedar narkotik untuk siapa pun yang ada di Sahel, di mana wilayah enam juta kilometer persegi itu adalah tempat berlindung," kata Amadou.(ANS/Ant/AFP)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya