Liputan6.com, Jakarta Pembuatan cincau di kaleng-kaleng besar yang sedang di kerjakan oleh 4 orang pria ini turun temurun dari generasi ke generasi yang sama di wilayah Aceh, dan kini telah turun ke generasi yang ketiga. Yuk fa(61) ,adalah pemilik Cincau Kampong Baru ini.
Yuk Fa (61),sang pemilik Cincau Kampong Baru tidak hanya berpangku tangan memperhatikan para pekerjanya. Sesekali dia mengambil sendok panjang terbuat dari kayu, mengaduk-aduk daun cincau yang sedang direbus dalam kukusan besar.
Advertisement
Setelah mendidih, pekerja langsung memisahkan ampas daun cincau dengan air hasil rebusan. Lalu dimasukkan ke dalam kukusan lainnya untuk dimasak kembali sampai mendidih. Lagi-lagi pekerja harus membersihkan kembali sisa-sisa ampas daun cincau.
Pembuatan cincau tak sampai di situ. Pekerja harus mempersiapkan tepung kanji untuk dicampurkan dengan air cincau yang direbus mendidih. Setelah itu dimasukkan ke dalam kaleng kecil, diendapkan hingga mengeras seperti agar-agar dengan warna kehitaman. Dicampur dengan tepung kanji agar cincau itu bisa kenyal seperti agar-agar.
"Cincau ini sudah turun termurun ke tiga generasi, ini sejak saya lahir sudah ada dulu dari kakek saya," kata Yuk Fa kepada merdeka.com.
Cincau yang dijualnya laris manis saat bulan Ramadan. Padahal jika hari biasanya tidak terlalu banyak pembeli. Dia meyakini, Ramadan memang layak disebut dengan bulan penuh berkah.
Sebelum bulan Ramadan, perajin cincau hanya memproduksi 50 kaleng per hari. Namun selama Ramadan meningkat dua kali lipat menjadi 100 kaleng lebih per hari.
Meskipun permintaan meningkat 100 persen, Yuk Fa mengaku tak pernah terpikir untuk menaikkan harga jual. Harga cincau per kaleng tetap dibanderol seperti biasa Rp 20.000. Padahal meningkatnya produksi, Yuk Fa harus menambah tenaga kerja sampai 20 orang setiap harinya.
Baik itu yang bekerja memproduksi cincau di pabrik, maupun petugas yang mengantar barang ke lapak-lapak jualan di seputaran Kota Banda Aceh dan Aceh Besar. Cincau milik Yuk Fa, juga dikirim hingga ke beberada daerah di Aceh, seperti ke Aceh Barat, Aceh Selatan dan sejumlah kabupaten lainnya.
Meskipun permintaan meningkat Yuk Fa mengaku tak pernah merendahkan kualitas cincau yang diproduksinya. Kualitas harus tetap dijaga dan itu menjadi hal terpenting. Sehingga tidak heran banyak langganan dari berbagai daerah datang membeli untuk dijual kembali.
"Kualitas sangat kami jaga, meskipun banyak permintaan, kami produksi sesuai dengan permintaan saja," jelasnya.
Dia menyebut bahan baku daun cincau harus didatangkan dari pulau Jawa. Yuk Fa memilih daun cincau berkualitas tinggi.
"Boleh coba, cincau kita memiliki kualitas tinggi," tutupnya. [noe]
Sumber: Merdeka
Reporter: Afif