Liputan6.com, Yogyakarta - Juru kunci Merapi, Mas Kliwon Suraksohargo Asihono, menjadi salah satu orang yang disorot pascaletusan freatik Merapi 11 Mei lalu. Sebagai pemegang mandat abdi dalem yang menjaga Gunung Merapi, dia ikut bertanggung jawab terhadap kondisi masyarakat Lereng Merapi di Sleman.
Mas Asih, demikian sapaan akrabnya, merupakan putra dari Mbah Maridjan atau Mas Penewu Suraksohargo. Sepeninggal Mbah Maridjan, dia dipilih oleh Sultan HB X untuk meneruskan pekerjaan sang ayah.
Dia dilantik menjadi juru kunci Merapi pada 2011, atau hampir setahun setelah erupsi besar yang terakhir terjadi. Kini, Merapi sedang bergejolak. Bisa dibilang ini tugas besar pertama Mas Asih.
Zaman sudah berubah, gaung namanya memang belum sebesar almarhum Mbah Maridjan. Akan tetapi, tanggung jawab yang dipikulnya tidak kalah penting.
Kepada Liputan6.com, Mas Asih bercerita soal kakinya yang berada di antara kemajuan teknologi dan kearifan lokal saat menghadapi erupsi Merapi. Perbincangan di masjid dekat kediamannya yang berlokasi di Hunian Tetap Karang Kendal, Peleman, Umbulharjo, Cangkringan, Sleman. Berikut petikan wawancaranya.
Baca Juga
Advertisement
Apa yang sebenarnya terjadi dengan Merapi saat ini?
Kepercayaan orang Jawa dan nenek moyang bilang, Merapi baru dandan-dandan atau perbaikan. Artinya dandan-dandan itu apa? Kalau dilihat secara fisik perbaikan yang dilakukan Merapi itu merusak, tetapi sebenarnya memperbaiki moral umat atau orang-orangnya.
Secara nyata, perbaikan moral yang seperti apa?
Gejolak Merapi seperti sekarang bisa sebagai peringatan Tuhan kepada umat-Nya, selain itu juga meningkatkan kepercayaan dan keimanan kepada Tuhan.
Ada firasat ketika Merapi meletus 11 Mei lalu?
Firasat tidak ada, tetapi sebagai manusia ada sesuatu yang terasa berbeda secara batiniah. Hanya bertanya ini mau ada apa. Kadang tidak jelas, ada sesuatu yang tidak enak di hati.
Kalau tanda-tanda fisik Merapi yang terlihat seperti apa?
Kalau yang saya lihat dari kondisi asap. Dalam keadaan normal, asap yang keluar bening putih, tetapi kalau keruh atau kurang jernih ada tanda Merapi bergejolak. Bukan hanya saya yang memperhatikan itu, masyarakat di sini juga mengamati dan paham soal itu.
Apakah ada pesan dari Ngarso Dalem (Sultan HB X) terkait kondisi Merapi?
Sementara ini tidak ada pesan. Hanya saja dua minggu yang lalu, Ngarso Dalem naik ke Merapi diantar oleh putrinya, Condrokirono, dan sopirnya. Ia memasang bendera Merah Putih di pertigaan Kinahrejo. Mereka hanya titip untuk ikut menjaga.
Masih adakah ritual kejawen yang Mas Asih lakukan secara pribadi sebagai abdi dalem atau juru kunci Merapi?
Tidak ada ritual kejawen yang saya lakukan, selebihnya saya berdoa.
Jangan Lupakan Sang Pencipta
Juru kunci Merapi sekarang seolah kalah pamor dengan kemajuan teknologi, bagaimana cara untuk tetap menjaga kearifan lokal?
Menurut saya, itu sangat bagus dengan kemajuan informasi dan alat canggih yang sudah ada. Warga bisa mendapat berita apa pun. Akan tetapi, jangan lupa dengan Sang Pencipta, walaupun ada alat yang sangat canggih. Penggunaan alat canggih juga harus diiringi dengan keyakinan supaya bisa bersinergi.
Lantas, bagaimana kondisi warga lereng Merapi saat ini?
Tidak di,ungkiri warga masih trauma dengan erupsi 2010. Jadi, kalau ada sesuatu yang berbeda dari Merapi, seperti ada suara, segera ambil tindakan. Ini sebenarnya bagus, warga sudah tanggap. Warga sudah bisa membaca kondisi Merapi, sudah bisa membaca ciri-ciri Merapi.
Imbauan apa yang bisa diberikan untuk warga lereng Merapi?
Warga harus jeli. Artinya ada kondisi seperti sekarang harus waspada, jangan melupakan Merapi. Mengetahui kondisi Merapi bisa meminimalkan rasa terkejut ketika Merapi bergejolak. Kalau ada perasaan kurang nyaman, tidak enak hati, sebagian warga juga sudah turun atau evakuasi mandiri.
Advertisement
Kenangan dengan Mbah Maridjan
Sosok juru kunci tidak bisa dilepaskan dari Mbah Maridjan, apa yang paling diingat dari Bapak terkait Merapi?
Pada 2010, sewaktu status Merapi awas, Bapak pernah bilang kepada saya, kalau perasaan saya tidak enak, turun saja, tetapi Bapak tidak ikut turun. Menurut Bapak kalau Bapak sampai turun itu ngisin-isini (memalukan). Bapak juga sempat becanda, "Aku nek mudun ndak digeguyu pithik" (kalau aku sampai turun bakal ditertawakan ayam).
Kira-kira apa yang membuat Mbah Maridjan kala itu bersikeras untuk bertahan?
Karena Bapak diberi amanah atau tugas dari Sultan HB IX, sehingga amanah itu harus dilaksanakan. Dalam kondisi apa pun tetap di tempat dan tidak pergi dari Kinahrejo.
Adakah pesan khusus dari Mbah Maridjan untuk Mas Asih?
Saya harus bersifat adil jangan membeda-bedakan siapa pun, istilahnya aja emban cinde emban siladan. Siapa pun yang minta tolong harus dilayani menurut kemampuan saya
Hal apa yang tidak dilupakan dari sosok Mbah Maridjan?
Bapak itu senang humor, bersahaja, dan apa adanya.