Liputan6.com, Jakarta Direktur Pencegahan Terorisme BNPT Brigen Pol Hamli memaparkan sejumlah penyebab seorang bisa menjadi pelaku teror di Indonesia. Menurut dia, alasan terbesar adalah pemahaman keagamaan yang keliru, dan angkanya mencapai 45 persen.
"Dengan pemahaman agama mereka ini yang keliru, lalu ditambah penyebab kedua dengan persentase 20 persen adalah solidaritas komunal. Jadi kalau ada konflik mereka akan ke sana tas nama persaudaraan," kata Hamli dalam sebuah diskusi soal terorisme di Jakarta Pusat, Jumat 25 Mei 2018.
Advertisement
Hamli melanjutkan, alasan ketiga dengan persentase 12,7 persen penyebab seorang menjadi pelaku teror adalah mental. Dia menjelaskan, mereka jadi ingin coba-coba karena melihat tayangan berita yang berlebihan.
"Karenanya kami sudah ke konsultasi dengan Dewan Pers, agar breaking news ini jangan terlalu lama, bisa menjadi yang tidak ikut jadi pengin ikut-ikut," papar jenderal polisi bintang satu ini.
Penyebab selanjutnya, sebesar 10,9 persen adalah dendam. Hal ini berlaku pada anak dari Amrozi, terpidana mati Bom Bali I, Zulia Mahendra.
"Jadi anaknya itu selalu bertanya kepada pamannya bagaimana cara membuat bom. Saat ditanya untuk apa, sang anak bilang untuk ngebom yang ngebunuh bapak saya. Padahal kan bapaknya dihukum mati dalam pengadilan. Dengan begitu dia dendam," ujar Hamli.
Menurut Hamli, penyebab kesenjangan dan ketidakadilan global juga menjadi satu dari sekian alasan seorang menjadi pelaku teror, dengan persentase 9,1 persen.
"Untuk persentase terkecilnya adalah separatisme, sebesar 1,8 persen," tutur Hamli.
Saksikan video di bawah ini: