Batal Dicekal, Trump Minta ZTE Bayar Denda Rp 16,8 Triliun

Trump membatalkan sanksi ZTE dengan syarat-syarat yang menguntungkan Amerika Serikat.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 28 Mei 2018, 08:30 WIB
Presiden AS Donald Trump memeluk Gina Haspel seusai pengambilan sumpah sebagai Direktur CIA yang baru di markas CIA, Virginia, Senin (21/5). Haspel menggantikan Mike Pompeo, yang ditunjuk menjadi Menteri Luar Negeri AS (AFP PHOTO/SAUL LOEB)

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Donald Trump resmi menyelesaikan kasus hukuman ZTE lewat pembayaran sanksi sebesar US$ 1,3 miliar atau setara Rp 16,8 triliun pada kurs saat ini.

Dapat dikatakan, sanksi triliunan rupiah itu jauh lebih ringan ketimbang sanksi awal berupa pelarangan membeli komponen-komponen dari Amerika Serikat (AS) selama tujuh tahun yang berpotensi memberi kerugian lebih besar pada ZTE.

"Saya menutupnya dan membukanya lagi dengan jaminan keamanan level tinggi, perubahan manajemen dan dewan, harus membeli komponen AS, dan membayar denda US$ 1,3 miliar," cuit Trump seperti yang dilansir Reuters, Senin (28/5/2018).

Dalam cuitannya, Trump juga menyalahkan pemerintahan Presiden Barack Obama dan Partai Demokrat yang ia tuduh tidak tegas pada ZTE.

Pemerintah Tiongkok ikut turun tangan untuk menolong ZTE, yang stakeholder terbesarnya adalah BUMN Tiongkok. Presiden Trump juga sudah berkomunikasi dengan Presiden Xi Jinping dari Tiongkok.

Pencabutan sanksi terhadap ZTE membuat Tiongkok berjanji agar menghilangkan tarif ke produk agrikultur AS atau membeli lebih banyak produk ternak dari negara tersebut.

Hukuman terhadap ZTE baru dijatuhkan pada April lalu, dan memberi kekhawatiran sebab perusahaan itu adalah yang terbesar kedua di sektor perangkat telekomunikasi di Tiongkok.

Sanksi pada ZTE sebetulnya dijatuhkan oleh Wilbur Ross, Menteri Perdagangan AS, karena ZTE ketahuan berkali-kali mengakali sanksi AS terkait larangan penjualan ke Iran dan Korea Utara. 

Ross sendiri dijadwalkan mengunjungi Tiongkok ada pekan depan untuk membicarakan isu ini.


Nasib ZTE Saat Kena Hukuman

ZTE Blade A711 (Liputan6.com/Jeko Iqbal Reza)

Meski hanya dihukum selama sebulan, ZTE terkena imbas besar karena perusahaan banyak membeli komponen smartphone-nya (chip dan perangkat audio) dari perusahaan asal AS.

Akibatnya, perusahaan perlengkapan telekomunikasi terbesar kedua di Tiongkok itu terpaksa menghentikan operasi globalnya, demikian laporan Bloomberg.

Menurut email internal yang didapat Bloomberg, pihak ZTE mengajak para manajernya untuk tetap fokus pada pekerjaan mereka dan menenangkan para karyawan di masa kritis ini.

"Perusahaan sedang bekerja keras untuk menyelesaikan kebuntuan ini dengan cepat. Jangan sampai informasi tidak akurat dan rumor membuat kita goyah," demikian isi dari email ZTE. 

ZTE diestimasi rugi sebesar US$ 3,1 miliar atau setara dengan Rp 44 triliun pada kurs saat ini, perusahaan juga terpaksa menahan operasi produksinya. Akibatnya pekerjaan 75 ribu pegawai menjadi tertahan.


Pembatalan Sanksi

ZTE Museum

Pembatalan sanksi ZTE diumumkan Trump lewat akun resmi Twitter-nya. Ia menyebut telah berkomunikasi dengan Presiden Xi Jinping dari Tiongkok perihal kondisi yang menimpa ZTE.

Trump mengaku telah memberi instruksi kepada Departemen Perdagangan AS untuk memberikan jalan pada ZTE untuk kembali beroperasi dalam perdagangan AS.

"Presiden Xi dari Tiongkok dan saya telah bekerja sama untuk untuk memberi jalan pada perusahaan telepon raksasa Tiongkok, ZTE, agar cepat kembali berbisnis. Terlalu banyak pekerjaan yang hilang di Tiongkok. Departemen Perdagangan telah diinstruksikan untuk menyelesaikan ini!" cuit Trump.

Keputusan mendadak dari Gedung Putih memang melegakan bagi ZTE, para pegawai di Tiongkok pun girang atas perkembangan positif atas kasus yang menjerat tempat mereka mencari nafkah.

""Wow! Kabar terobosan yang bagus!," tulis seorang manajer ZTE di akun WeChat miliknya, seperti dikutip Reuters.

Intervensi yang dilakukan Gedung Putih dan Beijing memvalidasi teori yang menyebut bahwa pihak ZTE memang akan ditolong oleh pemerintah Tiongkok. 

(Tom/Ysl)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya