Liputan6.com, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo, menegaskan ketahanan ekonomi Indonesia masih cukup kuat.
Perry Warjiyo mengungkapkan, ada tiga faktor yang menunjukkan kekuatan ekonomi Indonesia saat ini. Salah satunya adalah fundamental ekonomi Indonesia cukup baik, inflasi yang rendah dan jauh lebih rendah dari tahun-tahun sebelumnya.
Kemudian stabilitas sistem keuangan dengan defisit fiskal terjaga dan pertumbuhan ekonomi yang sedang membaik.
"Faktor itu menunjukkan kondisi fundamental kita cukup baik dan lebih baik dari tekanan sebelumnya," kata Perry, di Gedung Kementerian Keuangan RI, Jakarta, Senin (28/5/2018).
Baca Juga
Advertisement
Kedua, Perry menjelaskan, saat ini Indonesia memiliki keberanian dan kesiapan untuk melakukan langkah kebijakan terkoordinasi yang bertujuan mengatasi berbagai masalah.
"Ketiga, kami mempunyai bantalan yang cukup kuat dalam mengatasi sejumlah tekanan eksternal, buffer-nya itu cadangan devisa yang cukup, terakhir USD 124 miliar dan lebih dari cukup untuk pembayaran impor, utang luar negeri atau antisipasi capital revearsal," ujar dia.
Selain itu, saat ini Indonesia sudah memiliki undang-undang mengenai pencegahan dan penanganan krisis, yaitu UU Nomor 9 Tahun 2016.
"Jadi tiga faktor ini yang menunjukkan kenapa Indonesia ketahanannya cukup kuat,” dia menambahkan.
Reporter: Yayu Agustini Rahayu
Sumber: Merdeka.com
Gubernur BI Ungkap 3 Penyebab Utama Pelemahan Rupiah Sejak Februari
Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo, mengatakan, Indonesia menghadapi berbagai tekanan sejak awal Februari. Tekanan terutama dirasakan terhadap stabilitas khususnya nilai tukar rupiah.
"Itu memang lebih karena perubahan kebijakan di AS yang memang berdampak ke seluruh negara, termasuk Indonesia. Ini bukan fenomena yang dihadapi Indonesia saja, seluruh negara maju maupun emerging market itu terkena dampaknya," kata Perry, di Gedung Kementerian Keuangan RI, Jakarta, Senin, 28 Mei 2018.
Perry mengungkapkan, ada tiga faktor utama yang menyebabkan terjadinya tekanan pada stabilitas eksternal khususnya nilai tukar di berbagai negara.
Pertama adalah rencana kenaikan suku bunga The Fed yang sejumlah pelaku pasar memperkirakan lebih agresif. Prediksi tersebut didasarkan pada perekonomian AS yang semakin membaik sehingga pelaku pasar memperkirakan The Fed kemungkinan masih akan menaikkan suku bunga acuan sebanyak empat kali atau tiga kali lagi.
"Kedua, kebijakan fiskal AS yang lebih ekspansif, penurunan pajak, ekspansi fiskal yang lebih besar sehingga defisit fiskal yang lebih tinggi menjadi 4 persen per PDB. Bahkan ada yang memperkirakan 5 persen per PDB tahun depan. Sehingga utang AS lebih tinggi, sehingga suku bunga US treasury bond-nya naik," jelas dia.
Dia mengungkapkan, semula BI memperkirakan US treasury bond hanya 2,75 persen. Namun, sejak Februari terjadi overshooting 3,2 persen dan sekarang 3,1 persen. "Itu kenapa terjadi capital revearsal, dan pembalikan modal dari negara maju maupun emerging market lari ke AS. Pada saat yang sama mata uang dolar menguat ke seluruh mata uang dunia," dia menjelaskan.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Advertisement