Liputan6.com, Jakarta Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) memastikan kasus dugaan korupsi penerbitan SKL BLBI yang menyeret mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Arsyad Temenggung, masuk dalam tindak pidana korupsi (tipikor).
Jaksa menilai kuasa hukum Syafruddin keliru dalam memahami surat dakwaan.
Advertisement
"Penasihat hukum terdakwa keliru memahami surat dakwaan dan hanya membaca surat dakwaan secara parsial," ujar jaksa Haerudin saat menyampaikan tanggapan atas eksepsi atau nota keberatan terdakwa dan pengacara di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (28/5/2018).
Jaksa mengatakan, penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) oleh Syafruddin yang menghapuskan piutang Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) membuat seolah-olah seluruh kewajiban Sjamsul Nursalim selaku pemegang saham BDNI telah terpenuhi.
Padahal, kata jaksa, Syafruddin mengetahui bahwa piutang petambak kepada BDNI dalam kondisi macet dan Sjamsul telah melakukan misrepresentasi. Namun, SKL-nya tetap saja dikeluarkan.
Jaksa KPK juga menegaskan surat dakwaan terhadap Syafruddin sama sekali tidak mengacu pada surat keputusan tata usaha negara.
KPK Dinilai Tak Berwenang
Sebelumnya, kuasa hukum Syafruddin, Yusril Ihza Mahendra, menilai KPK tidak berwenang mengadili perkara penerbitan SKL kepada Sjamsul Nursalim selaku pemegang saham BDNI.
Menurut Yusril, pemberian SKL yang dilakukan oleh kliennya pada saat menjadi kepala BPPN didasarkan atas kewenangannya yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 17 tahun 1999 Tentang Badan Penyehatan Perbankan Nasional berikut dengan perubahannya.
Yusril juga menyebut bahwa penerbitan SKL merupakan keputusan tata usaha negara, yaitu perbuatan hukum pemerintah di bidang hukum publik. Dengan begitu perbuatannya ini berkaitan hukum administrasi negara.
Syafruddin Arsyad Temenggung didakwa jaksa penuntut umum KPK telah melakukan perbuatan melawan hukum, karena menerbitkan SKL BLBI kepada Sjamsul Nursalim selaku obligor Bank Dadang Nasional Indonesia (BDNI).
Menurut Jaksa Chaerudin, perbuatan Syafruddin tersebut dilakukan bersama-sama dengan Ketua Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) Dorojatun Kunjoro-Jakti, Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim, istri dari Samsul. Jaksa menganggap perbuatan mereka merugikan negara sekitar Rp 4,580 triliun.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement