Liputan6.com, Roma - Presiden Italia menunjuk mantan direktur International Monetary Fund (IMF), Carlo Cottarelli sebagai perdana menteri sementara.
Penunjukan itu dilakukan menyusul pengunduran diri perdana menteri sebelumnya, Giuseppe Conte, usai berselisih pendapat dengan Presiden Sergio Mattarella. Keduanya tak sependapat soal nominasi kandidat menteri keuangan yang baru, Paolo Savona.
"Saya sangat terhormat dan akan bertugas sebaik mungkin," kata Cottarelli di hadapan wartawan di Qurinale, Istana Kepresidenan Italia, Senin (28/5/2018).
Baca Juga
Advertisement
Cottarelli mengatakan bahwa Presiden Mattarella memintanya untuk menyajikan program ke Parlemen untuk menjalankan Italia sampai pemilihan umum yang akan dilaksanakan pada tahun 2019.
Namun, Cottarelli memiliki tugas berat.
Ia harus memenangi pemungutan suara mayoritas (majority vote) di parlemen untuk mengusulkan program pemerintahan dan pelaksanaan pemilu pada 2019 mendatang. Di sisi lain, sebagian anggota dewan legislatif merupakan oposisi Mattarella.
Jika parlemen membatalkan usulan Cottarelli, maka, program pemerintahannya dapat ditolak dan pemilu Italia bisa dimajukan pada Agustus 2018, sesuai kehendak oposisi.
Saksikan juga video pilihan berikut ini:
Gejolak Politik di Italia
Sebelumnya, Presiden Sergio Mattarella menolak usulan eks-Perdana Menteri Giuseppe Conte yang menunjuk Paolo Savona sebagai menteri keuangan Italia yang baru.
Mattarella menolak pilihan Conte karena Savona berpandangan politik eurosceptic atau skeptis terhadap Uni Eropa dan keanggotaan Italia dalam organisasi tersebut.
Hal itu tak selaras dengan visi Mattarella yang menginginkan "hubungan baik" dengan Uni Eropa dengan harapan bahwa organisasi itu mampu membantu masalah utang dan perekonomian di Italia.
Akibat perselisihan itu, Giuseppe Conte memutuskan untuk mundur dari jabatannya.
Di sisi lain, Mattarella berdalih, "Saya menginginkan figur (Menkeu) yang punya kendali ... figur yang bukan semakin memprovokasi agar Italia keluar dari Uni Eropa."
Langkah Mattarella memicu respons dari sejumlah anggota parlemen dan pemimpin partai besar Italia yang mendesak agar sang presiden mundur dari jabatannya.
Salah satu anggota parlemen yang mendesak agar Mattarella mundur adalah Luigi Di Maio. Ia juga merupakan pemimpin partai Five Star yang berhaluan populis.
Di Maio mengatakan, kebijakan Presiden Mattarella telah menyebabkan "krisis institusional".
Di Maio mengusulkan pemakzulan berlandaskan pada Pasal 90 konstitusi Italia. Menurut pasal itu, parlemen bisa menuntut pemakzulan terhadap presiden dengan mekanisme pemungutan suara mayoritas (majority vote).
Jika sebagian besar suara parlemen menyetujui pemakzulan presiden, usulan itu kemudian diserahkan kepada Mahkamah Konstitusi yang akan memutuskan apakah tuntutan itu dikabulkan atau tidak.
Sementara itu, pemimpin partai League, Matteo Salvini mengusulkan agar pemilihan presiden baru segera dilaksanakan pada tahun ini. League merupakan partai oposisi dan merupakan koalisi Five Star Party.
Presiden Mattarella memperingatkan bahwa prospek pemerintah populis telah "mengkhawatirkan investor Italia dan asing".
Di sisi lain, kandidat Menkeu Italia Paolo Savona, yang menjabat sebagai menteri industri selama tahun 1990-an, telah menjadi pengkritik terang-terangan atas Uni Eropa dan penentang program penghematan di Italia.
Hal itu telah memicu kekhawatiran atas komitmen Mattarella yang mengusulkan pembentukan koalisi yang lebih erat dengan Uni Eropa dan kemampuan sang presiden untuk mengendalikan utang nasional besar negara itu -- yang saat ini berjumlah 1,3 kali lebih besar dari total pengeluaran negara.
Advertisement