Suriah Jadi Presiden Konferensi Perlucutan Senjata, Barat Meradang

Suriah terpilih menjadi presiden Konferensi Perlucutan Senjata (CD) pada Senin 28 Mei 2018, menuai kritik keras dari berbagai pihak.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 29 Mei 2018, 11:18 WIB
Seorang ahli senjata kimia OPCW memeriksa sebuah situs di dekat Damaskus pada 29 Agustus 2013. (Ammar Al-Arbini / AFP)

Liputan6.com, Jenewa - Suriah terpilih menjadi presiden Konferensi Perlucutan Senjata atau Conference on Disarmament (CD) pada Senin 28 Mei 2018.

Pemilihan itu dilakukan dalam lewat forum yang dihadiri negara anggota CD dan bertempat di Kantor PBB di Jenewa.

Jabatan itu diperoleh Suriah berdasarkan sistem rotasi presidensi yang mengacu pada urutan alfabet negara anggota CD. Presiden pada masa bakti sebelumnya adalah Swiss.

Kendati demikian, presidensi Suriah menuai kritik keras dari Barat dan anggota PBB lainnya. Kritik mereka mengacu pada rekam jejak rezim Presiden Bashar Al Assad yang pernah dan hingga kini diduga kuat masih menggunakan senjata kimia dalam perang saudara Suriah yang menahun.

Wakil Tetap Amerika Serikat di PBB, Robert Wood mengatakan, "Dimulainya presidensi Suriah menjadi noktah terkelam sepanjang sejarah CD. Rezim Damaskus tak memiliki kredibilitas maupun moralitas untuk menjadi presiden CD. Komunitas internasional tak boleh diam dalam menyikapi ini."

Dalam sebuah Twit, Wood juga meminta Rusia --sekutu terdekat Suriah-- untuk meminta Damaskus mundur dari presidensi tersebut. Kendati demikian, Moskow belum memberikan respons.

Sementara itu, sejumlah diplomat Inggris menjelaskan, "Inggris menyesalkan presidensi Suriah pada CD, mengingat rezim negara tersebut konsisten mengabaikan perjanjian internasional tentang perlucutan serta non-proliferasi."

Di sisi lain, PBB menanggapi dinamika tersebut dengan pernyataan yang normatif.

Seorang pejabat PBB yang anonim mengatakan bahwa organisasinya tak mampu berbuat banyak tentang keputusan itu. Ia berdalih, sejatinya Conference on Disarmament bukan badan PBB meski komunitas itu bersidang di kantor PBB di Jenewa.

Sedangkan, peraturan CD yang memiliki sistem rotasi presidensi yang mengacu pada urutan alfabet negara anggota bukanlah sesuatu yang mampu diintervensi oleh PBB.

"Sekjen PBB tak dapat mengubah sistem tersebut. Hanya negara anggota (CD) yang bisa melakukannya," ujarnya seperti dikutip dari BBC (29/5/2018).

Oleh karenanya, Inggris mengimbau agar negara anggota CD segera melakukan forum terkait presidensi Suriah dan mengubah kebijakan seputar sistem rotasi kepemimpinan berdasarkan abjad.

"(Perubahan kebijakan) itu memerlukan konsensus anggota CD, termasuk Suriah. Konsensus itu juga mesti mencakup Suriah yang tak menduduki kursi presidensi," ujar sejumlah diplomat Inggris dalam pernyataan resmi.

 

Saksikan juga video pilihan berikut ini:


Sekjen PBB Imbau CD Mesti Aktif Kembali

Asap mengepul ketika tentara Tentara Suriah bertempur pada 8 April 2018, di tanah pertanian di pinggiran timur Douma. (Foto: AFP)

Di sisi lain, banyak yang menilai bahwa presidensi Suriah di Conference on Disarmament tak akan memberikan efek apapun bagi organisasi tersebut, mengingat CD telah mengalami stagnasi pencapaian pada semua masalah besar selama bertahun-tahun sekarang.

Pekan lalu, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menjelaskan bahwa CD hanya "menghasilkan sangat sedikit" pengaruh penting selama beberapa dekade. Guterres pun menyerukan organisasi itu untuk "bangkit kembali".

Tapi satu hal yang dihasilkan CD adalah Konvensi Senjata Kimia, dan dari konvensi itu muncul Organisasi untuk Pencegahan Senjata Kimia (OPCW).

OPCW sedang menyelidiki dugaan penggunaan senjata kimia di Suriah. Organisasi itu telah melaporkan bahwa Suriah telah menggunakan senjata kimia pada lebih dari 14 kasus sejauh ini sejak perang saudara meletus pada 2011.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya