Liputan6.com, Jakarta - Soleh tak menyangka rumahnya akan habis dilalap api pada Minggu, 27 Mei 2018 dini hari. Kini rumahnya tinggal kerangka. Tak hanya rumah, di pagi nahas itu, barang-barang seisi rumahnya habis terbakar. Ia hanya sempat menyelamatkan sepeda motornya.
"Sekarang rumah saya tinggal kerangka doang," kata dia ditemui di posko pengungsian kebakaran di Jalan Sensus, Bidara Cina, Jakarta Timur, Selasa (29/5/2018).
Advertisement
Sudah dua malam ini Soleh tinggal di pengungsian. Puasa pun terpaksa dijalani di pengungsian. Para pengungsi, kata dia, tak pernah kekurangan makanan untuk berbuka maupun sahur. Sebab, ada dapur umum yang didirikan sejak Minggu.
Saat ini yang paling dibutuhkan pengungsi ialah bantuan sembako. "Kalau bantuan baju itu sudah banyak. Itu sampai kebuang-buang. Sekarang yang paling dibutuhin itu beras, minyak, pokoknya sembako," kata dia.
Soleh juga berharap ada bantuan pembangunan rumah bagi para korban yang rumahnya habis terbakar.
"Harapannya ini jadi perhatian pemerintah. Biar dibangun lagi sama pemerintah. Ini rumah satu-satunya dan rumah almarhum ibu saya," kata dia.
Kebakaran di kawasan padat permukiman ini dipicu ledakan tabung gas. Salah seorang warga bangun dini hari untuk memasak hidangan sahur. Tabung gas tersebut ternyata bocor. Kebakaran tak bisa dicegah dan semakin meluas. Sekitar 40 rumah terbakar.
"Waktu itu saya bantu pemilik rumah yang tabung gasnya meledak biar apinya enggak tambah gede. Tapi ternyata bertambah gede. Jadi saya enggak sempat selamatin barang-barang saya. Saya cuma sempat selamatin motor saya," cerita Soleh.
Derita di Pengungsian
Warga lainnya yang juga menjadi korban, Maya, menuturkan keinginannya segera mendapat rumah kontrakan baru. Ia merasa tak nyaman tinggal di pengungsian, apalagi saat ini bulan Ramadan.
"Gimana ya, tidur kagak bisa. Susah. Sakit badan karena batu-batu, (tanahnya) kagak rata," kata dia, Selasa (29/5).
Ia cukup memaklumi kondisi tenda pengungsian memang demikian. Di satu tenda itu, ada sekitar tujuh keluarga yang menempati. Hawanya pun cukup panas. Apalagi di siang hari.
"Tempat tidurnya sudah dikasih alas tapi tetap aja enggak enak. Ada bantuan karpet, selimut juga dapat sih. Tapi tetap aja enggak nyaman. Tidur sebentar doang dan melek lagi. Enggak bisa nyenyak," ujarnya.
Walaupun bulan puasa, bantuan makanan tetap mengalir. Pada siang hari dapur umum tetap dibuka untuk melayani pengungsi yang tidak puasa. Saat berbuka, sumbangan makanan datang makin banyak.
Maya mengatakan karena kondisi tak memungkinkan, ada juga warga yang terpaksa membatalkan puasa. "Mau puasa juga gimana keadannya kayak gini," ujarnya.
Rumah sebelumnya yang ditempati Maya dan keluarganya merupakan rumah kontrakan. Saat ini ia mulai mencari rumah kontrakan baru sebelum Idul Fitri. Karena, kata dia, tak memungkinkan berlebaran di pengungsian. Pengungsi lain yang rumahnya habis terbakar juga disampaikan Maya mulai mencari kontrakan baru. Apalagi tenda pengungsian tak bersifat lama.
"Mungkin pada nyari kontrakan karena tenda kan enggak lama. Paling ini sampai Jumat. Mau enggak mau harus nyari kontrakan," kata dia.
Maya berharap ada bantuan berupa THR dari pemerintah khususnya Pemprov DKI Jakarta. Ia mengatakan uang sangat dibutuhkan saat ini untuk memperbaiki rumah atau menyewa rumah kontrakan.
"Bantuan makanan, baju sudah banyak. Penginnya bantuan amplop THR buat lebaran. Kita kan mesti beli barang-barang lagi, apalagi ini mau Lebaran," harapnya.
Pengungsi juga saat ini perlu disediakan toilet keliling. Pengungsi saat ini memanfaatkan toilet di rumah-rumah kerabat.
"Kalau bisa ada toilet mobil itu. Soalnya susah kalau mau ke belakang harus ke rumah keluarga dulu numpang," Maya memungkasi.
Reporter: Hari Ariyanti
Sumber: Merdeka.com
Advertisement