Liputan6.com, Jakarta - Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Zulkifli Hasan mengkritik rencana larangan keikutsertaan mantan narapidana korupsi dalam pemilihan anggota legislatif masuk dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU). Boleh atau tidaknya seseorang mantan koruptor dalam berpolitik tergantung keputusan majelis hakim.
"Kan sudah diputuskan hakim. Misalnya hakim itu memutuskan waktu memvonis orang itu ada yang hak politiknya dicabut ada yang tidak putusan hakim kan paling tinggi," ujar Zulkifli di kediamannya, Jakarta Selatan, Selasa (29/5/2018).
Advertisement
Zulkifli mengatakan, dari putusan majelis hakim dalam peradilan sedianya KPU sebagai lembaga pelaksana pemilihan umum tidak berbenturan dengan putusan majelis hakim. Termasuk dengan undang-undang Pemilu yang telah mengatur mantan narapidana dalam pemilihan umum.
Apalagi, kata Zulkifli, kedudukan PKPU tidak lebih tinggi daripada undang-undang, sehingga segala aturan yang akan diterbitkan harus selaras dengan pedoman tinggi negara, undang-undang. Dia juga menambahkan, agar KPU tidak asal menerbitkan norma atas larangan mantan narapidana korupsi berpolitik yang dianggap masih memiliki hak asasi manusia.
"Kan udah ada hukumannya masa enggak percaya sama hukum ya bubarin saja pengadilan. Kan dihukum, dicabut, boleh, jelas tuh, tapi kalau dibolehkan bagaimana. Ini kan manusia juga ada hak hak manusia di situ," ujar Zulkifli Hasan.
"Kalau mau ganti undang-undang ya kalau buat sehari dipenjara enggak boleh (ikut pencalonan legislatif) bikin undang-undang," imbuhnya.
Lebih Baik Kalah di MK
Komisioner KPU Wahyu Setiawan menyatakan, pihaknya tetap akan memasukkan larangan tersebut ke dalam PKPU meski ditegaskan pula pihaknya tak menyoal sikap kontra beberapa pihak.
Dia menegaskan, ketimbang bersepakat dengan DPR dalam penentuan norma tersebut, lebih baik kalah di Mahkamah Agung jika ada uji materi dari pihak yang merasa dirugikan.
"Kita sepakat, kita extreme lebih baik kalah diuji di mahkamah Agung ketimbang kita bersepakat dengan DPR," ujar Wahyu.
Dalam hal ini KPU tidak mendapat dukungan dari Badan Pengawasan Pemilihan Umum (Bawaslu), Komisi II DPR dan Kementerian Dalam Negeri perihal adanya norma tersebut dalam PKPU.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement