Papua Nugini Blokir Facebook Selama Sebulan, Ada Apa?

Papua Nugini tengah mempertimbangkan pemblokiran Facebook selama sebulan penuh dengan tujuan membersihkan platform tersebut dari akun-akun palsu.

oleh Agustin Setyo Wardani diperbarui 30 Mei 2018, 10:34 WIB
Facebook (AP Photo/Thibault Camus)

Liputan6.com, Jakarta - Papua Nugini bakal memblokir akses Facebook selama sebulan penuh. Dilaporkan media setempat, pemblokiran ini dilakukan untuk mempelajari dampak media sosial tersebut terhadap masyarakat sekitar.

Menteri Komunikasi Papua Nugini, Sam Basil, mengatakan waktu sebulan penuh diharapkan bisa digunakan untuk mengidentifikasi adanya akun-akun palsu di Facebook.

 

"Waktu pemblokiran memungkinkan kami mengidentifikasi akun palsu, pengguna yang mengunggah konten pornografi, pengguna yang mengunggah hoaks di Facebook. Mereka akan difilter dan akunnya dihapus," kata Basil sebagaimana Tekno Liputan6.com kutip dari The Verge, Rabu (30/5/2018).

Dia mengatakan, penghapusan akun-akun palsu akan memungkinkan pengguna dengan identitas asli untuk memakai media sosial secara bertanggung jawab.

Media Australian Broadcasting Corporation melaporkan, keputusan kontroversial ini hanya salah satu ide yang dipertimbangkan untuk membersihkan media sosial. Meski baru pertimbangan, hal ini telah menimbulkan pertanyaan terkait sensor dari pemerintah.

Kepada media, Basil mengatakan, pemerintah telah mencoba bersinergi dengan pihak legislator tentang kemungkinan adanya media sosial baru yang dikembangkan khusus untuk warga negara Papua Nugini.


Bukan Negara Pertama yang Blokir Facebook

Facebook (AP Photo/Eraldo Peres)

Sekadar diketahui, Papua Nugini memiliki jumlah penduduk sekitar 8 juta orang. Negara ini bukan negara pertama yang mempertimbangkan pemblokiran Facebook. Menurut perkiraan pemerintah, jumlah pengguna Facebook di Papua Nugini antara 600 hingga 700 ribu orang.

Beberapa negara yang telah memblokir akses Facebook antara lain adalah Tiongkok dan Korea Utara. Layanan Facebook juga diblokir di Sri Lanka selama seminggu pada awal tahun ini setelah adanya dugaan media sosial itu dipakai untuk menyebarkan konten kekerasan.

Banyak pihak juga tengah mempertanyakan bagaimana perusahaan sebesar Facebook menangani data milik pengguna setelah kasus penyalahgunaan data oleh Cambridge Analytica.

Sementara itu, perwakilan Facebook dalam pernyataannya menyebut, perusahaan telah mencoba menghubungi pemerintah terkait hal ini.


Bos Facebook Kecewakan Parlemen Eropa

Ilustrasi Facebook (iStockPhoto)

Parlemen Eropa harus menelan frustrasi akibat keterangan CEO Facebook, Mark Zuckerberg di Brussel, Belgia, Selasa (22/5/2018) waktu setempat.

Zuckerberg, sekali lagi, menyampaikan permintaan maafnya kepada rakyat Uni Eropa (UE), tetapi menurut wakil rakyat setempat, hal tersebut tidak cukup.

"Minta maaf adalah hal yang bagus dan memang diperlukan, (tetapi) ketahuilah itu tidak cukup, sekarang tindakan lebih utama," kata Manfred Weber, politikus Eropa dari Jerman seperti yang dikutip dari laman Politico EU, Rabu (23/5/2018).

Politikus Belgia, Guy Verhofstadt, juga kesal dengan CEO Facebook yang terkesan berkelit saat memberi jawaban.

"Saya bertanya enam butir pertanyaan dengan opsi jawaban ya atau tidak, tapi saya tidak mendapat satu pun jawaban," ujarnya mengeluhkan soal jawaban Mark Zuckerberg.

Wakil rakyat Uni Eropa (UE) juga sempat menegur Zuckerberg dan memperingatkan peraturan di Eropa lebih ketat ketimbang di Amerika Serikat (AS).

"Kamu tidak sedang berada di pemberian keterangan Kongres, tetapi berada di Uni Eropa (yang aturannya lebih ketat)," ujar Claude Moraes, anggota Parlemen Eropa dari Inggris.

Pemberian keterangan yang dilakukan sang bos Facebook diperparah dengan sempitnya durasi acara.

Pada April lalu, Zuckerberg menghabiskan waktu sampai sekitar lima jam dalam sesi tanya jawab dengan Kongres Amerika Serikat. Sementara di Brussel, waktu yang tersedia kurang dari 90 menit.

Ia pun berjanji dengan menyebut pihak Facebook akan menyediakan jawaban follow-up. 

(Tin/Ysl)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya