Liputan6.com, Jakarta PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) dan Pertamina Gas (Pertagas) dinilai harus berintegrasi dalam pembentukan holding migas dengan skema akuisisi. Itu karena bisnis inti kedua perusahaan yang sama, yaitu dalam bidang gas sourcing, transmisi, distribusi, dan ritel.
Menurut Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman, apabila hanya disinergikan tanpa integrasi, maka akan tetap terjadi duplikasi dan kompetisi internal. Kondisi ini bisa menghambat sinergi di antara kedua perusahaan yang berakibat tidak optimalnya value creation untuk Pertamina.
Baca Juga
Advertisement
"Hal ini seperti terjadi pada pelaksanaan bisnis upstream dan downstream services saat ini di Pertamina," ujar dia dalam keterangannya, Rabu (30/5/2018).
Dengan integrasi Pertagas ke PGN, kata Yusri, maka PGN bertindak sebagai manajer atas pengoperasian seluruh aset dan bisnis yang dimiliki perusahaan.
"PGN akan memiliki tanggung jawab untuk mengoptimalkan penggunaan semua aset tersebut, dan meningkatkan semua bisnis yang dikelolanya, termasuk aset dan bisnis Pertagas," tuturnya.
Perihal kemungkinan langkah integrasi Pertagas ke PGN akan menguntungkan investor publik karena mereka tidak perlu membiayai dan mendapat bagian keuntungan Pertagas sebesar 43 persen secara gratis, menurut dia, itu tidak benar.
"Tentu saja tidak, karena PGN akan menerbitkan saham baru untuk membiayai integrasi Pertagas ke PGN, sehingga investor publik harus menyetor dana sesuai bagiannya untuk mendapatkan saham baru tersebut," paparnya.
Apabila tidak menyetor dana tersebut, tambah Yusri, maka sahamnya akan berkurang dan tambahan saham baru PGN untuk menguasai Pertagas akan dikuasai sepenuhnya oleh Pertamina, sehingga akan meningkatkan saham kepemilikan Pertamina di PGN.
Terkait penolakan Serikat Pekerja Pertamina Gas (SPPG) terhadap rencana akuisisi Pertagas oleh PGN karena hanya akan merugikan Pertamina dan negara serta sama dengan menjual aset negara ke swasta, Yusri mengomentari seharusnya dipahami dalam perspektif peraturan dan UU bahwa status PGN sebagai BUMN.
Pada konteks itu, kata Yusri, terdapat saham Seri A Dwiwarna dan dimiliki oleh negara. Meski hanya satu lembar, saham Dwiwarna mempunyai kendali yang absolut dan istimewa, meliputi persetujuan perubahan Anggaran Dasar, perubahan permodalan, persetujuan pengangkatan, dan pemberhentian anggota Direksi dan Dewan Komisaris.
Termasuk, persetujuan terkait penggabungan, peleburan, pengambilalihan, pemisahan, dan pembubaran perusahan, serta termasuk persetujuan pemindahan aset yang berdasarkan anggaran dasar perlu persetujuan RUPS.
Rencana akuisisi itu diperlukan untuk membentuk subholding gas, dan ini merupakan bagian dari rencana pemerintah membentuk Holding BUMN Migas.
Pemerintah Targetkan Proses Akuisisi Pertagas oleh PGN Selesai Agustus
Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menargetkan proses akuisisi PT Pertamina Gas (Pertagas) oleh PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) selesai paling lambat Agustus 2018. Peralihan kepemilikan saham Pertagas ke PGN tersebut merupakan bagian dari proses pembentukan Pertamina sebagai holding BUMN Migas.
Deputi Bidang Pertambangan dan Industri Strategis Kementerian BUMN, Fajar Harry Sampurno mengatakan pada tahap awal, pembentukan holding migas, sempat terbuka tiga opsi skema konsolidasi PGN dan Pertagas yaitu merger, inbreng (penyertaan atas saham) Pertamina di Pertagas ke PGN, dan akuisisi saham Pertagas oleh PGN.
Baca Juga
"Di antara tiga pilihan tersebut, Kementerian BUMN pada akhirnya menjatuhkan pilihan pada skema akuisisi, dengan alasan lebih cepat dibandingkan dengan merger," ujar dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (21/5/2018).
Proses akuisisi rampung dalam empat bulan sejak holding BUMN migas resmi berdiri pada 11 April 2018, atau tepatnya rampung Agustus 2018, sementara kalau lewat merger prosesnya bisa 1 tahun lebih.
"Opsi merger memang lebih murah karena tidak memerlukan dana tunai untuk menyelesaikannya, tetapi mendilusi otoritas kedua perusahaan. Sementara itu, akuisisi memerlukan dana dalam jumlah besar, tetapi memberikan otoritas absolut kepada pihak pembeli," jelas dia.
Hingga saat ini, PGN memiliki jumlah aset produktif yang lebih banyak dibanding Pertagas. Sebab, PGN telah mulai merintis pembangunan jaringan pipa gas di Indonesia sejak 1974.
Sampai akhir kuartal I 2018, PGN telah mengoperasikan 7.453 kilometer (km) pipa gas. Sedangkan Pertagas baru mengelola pipa gas sepanjang 2.438 km. Secara keseluruhan, panjang pipa yang dioperasikan PGN setara dengan 80 persen total jaringan infrastruktur pipa gas di Indonesia.
Dari infrastruktur tersebut, PGN bisa menyalurkan 1.505 MMscfd gas bumi ke 196.221 pelanggan. Mulai dari rumah tangga, UMKM, sampai pelanggan industri, yang tersebar bukan hanya di Pulau Jawa tetapi juga di Sumatra Utara, Kepulauan Riau, Sumatra Selatan, Lampung, Kalimantan Utara, sampai Sorong di Papua.
Advertisement