Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat ada 68 pembangkit listrik berbasis Energi Baru Terbarukan (EBT) yang mangkrak. Penyebabnya akibat kerusakan berat.
Menteri ESDM Ignasius Jonan mengatakan, Kementerian ESDM membangun 737 unit pembangkit berbasis EBT dengan total investasi Rp 3,3 triliun sepanjang 2011 hingga 2017. Pembangkit tersebut terdiri dari 11 jenis, yaitu Pembangkit Listrik Tenaga Mini Hidro (PLTMH).
Advertisement
Adapula Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) terpusat, PLTS Terinterkoneksi, PLTS Bandara, PLT Hybrid Surya dan Angin, PLT Hybrid Surya dan Diesel, Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) CPO, PLT POME, PLT Biomassa, PLT Sampah Kota dan PLT Sampah kota.
"Ini pembangunan antara 2011 sampai 2017. Total anggarannya Rp 3,375 triliun," kata Jonan saat rapat dengan Komisi VII DPR, di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (30/5/2018).
Jonan melanjutkan, dari 737 unit pembangkit EBT yang dibangun selama tujuh tahun tersebut, 68 unit pembangkit mangkrak alias tidak bisa dioperasikan akibat kerusakan. Total anggaran pembangunan 68 unit pembangkit mencapai Rp 305 miliar.
"Saya yakin semua selesai dibangun, tapi waktu pengoperasian rusak. Ini ada 68 unit Rp 305 miliar," tutur Jonan.
Sebanyak 68 pembangkit yang mangkrak antara lain, PLT Bayu sebanyak 4 unit total kapasitas 240 kilo Watt (kW), PLT Hybdrid Surya Angin 3 unit total kapasitas 74 kW, PLTMH 5 unit total kapasitas 784 kW, PLTS interkoneksi 4 unit total kapasitas 2.062 kW dan PLTS terpusat 52 unit total kapasitas 1.420 kW.
"Ini rusak berat dan rusak ringan harus diperbaiki. Kalau sudah diperbaiki bisa dioperasikan PLN," ucap Jonan.
Menurut Jonan, berdasarkan pengalaman yang sudah terjadi, Kementerian ESDM ke depannya hanya membangun pembangkit berbasis EBT yang mudah dioperasikan. Sedangkan yang sulit dioperasikan pengelolaannya diserahkan ke PT PLN (persero).
"Pada 2018 dianggarkan PLTS karena masyarakat bisa melakukan perawatan. Kalau PLTMH tidak dilakukan karena orang ESDM sedikit sekali," tandas Ignasius Jonan.
Menteri Jonan: Masih Ada Daerah yang Belum Nikmati Elpiji Subsidi
Program konversi minyak tanah ke elpiji telah dilaksanakan sejak 2007. Namun sampai saat ini, masih ada wilayah yang belum menikmati paket perdana elpiji subsidi 3 kilogram (kg).
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mengatakan, pemerintah telah memberikan paket perdana elpiji 3 kg sebanyak 57,19 juta paket. Pembagian dilakukan secara bertahap sejak 2007 sampai 2016.
"Kalau distribusi paketnya dari 2007-2016 sebanyak 57,19 juta paket. Ini kami tidak membedakan pemerintah siapa," kata Jonan di Jakarta, Rabu (30/5/2018).
Menurut Jonan, saat ini masih ada wilayah yang belum menerapkan konversi minyak tanah ke elpiji. Wilayah tersebut adalah Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara, sebagian Nusa Tenggara Barat (NTB), dan pulau pantai Barat Sumatera.
"Ada daerah belum terkonversi, termasuk Papua, Papua Barat," tuturnya.
Melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018 pembagian paket perdana elpiji 3 kg akan dilakukan bertahap. Pada tahap pertama sebanyak 366.330 paket untuk wilayah Riau, Bangka Belitung, dan NTB. Untuk tahap kedua, 136.215 paket akan dibagikan ke wilayah Sumatera Utara dan Sumatera Barat.
Jonan mengungkapkan, tidak semua wilayah akan menikmati paket perdana elpiji. Pasalnya, pemerintah akan mengembangkan penggunaan gas bumi sebagai sumber energi rumah tangga. Program itu akan diterapkan pada wilayah yang memiliki potensi gas.
"Di kemudian hari memang untuk daerah seperti Riau, Palembang, sebagian Kalimantan Utara kita bangun jaringan gas. Tidak ada konversi elpiji lagi. Elpiji hanya untuk wilayah yang tidak ada jaringan gas," tandas Jonan.
Advertisement