Liputan6.com, Jakarta - Darah tertumpah di Mavi Marmara, Senin 31 Mei 2010. Sesaat setelah jarum jam menunjuk ke pukul 04.30, tentara Israel dari kesatuan elite Flotilla 13 menyergap kapal tersebut dari laut dan udara, mengoyak kedamaian di Laut Tengah dini hari itu.
Mavi Marmara yang jadi sasaran adalah bahtera terbesar dari enam kapal yang dikerahkan dalam misi Gaza Freedom Flotilla.
Advertisement
Iring-iringan itu berniat ke Gaza, untuk mengirimkan 10 ribu ton bantuan berupa makanan, obat-obatan, material konstruksi, kursi roda, dan lainnya ke wilayah yang menderita akibat blokade Israel sejak 2007.
Saat penyerbuan dilakukan, satu persatu tentara bertopeng turun dari helikopter, menuju dek kapal berbendera Turki itu, yang berada di wilayah perairan internasional atau 130 km di luar perairan teritorial Israel. Prajurit yang bersenjatakan senapan, granat kejut, dan gas air mata ditugaskan melancarkan serangan fajar pertama.
"Prajurit komando turun dari helikopter. Tak ada satupun di dalam kapal yang bersenjata," kata salah satu pelaut kepada CNN Turk.
Sementara itu, kapal jenis assault craft menyorot target dengan cahaya menyilaukan. Speaker besar dengan suara menggelegar dipakai untuk memberi peringatan, agar para aktivis menghentikan misi mereka.
"Atau, Israel akan mengambil semua tindakan untuk melaksanakan blokade," demikian suara bernada perintah yang diserukan lewat pengeras suara booming tannoy, seperti dikutip dari The Guardian, Rabu 30 Mei 2018. Para aktivis, yang berasal dari 50 negara, tak berdaya melawan para serdadu Israel yang menyerang tiba-tiba.
"Tentara tiba-tiba melepaskan tembakan ke warga sipil tak bersenjata," kata pihak organisasi Free Gaza.
Insiden itu menewaskan 10 orang di pihak sipil, kebanyakan warga Turki. Sejumlah orang luka-luka, baik di pihak aktivis maupun tentara.
Riyad Mansour, Duta Besar Palestina untuk PBB mengecam serangan tersebut. Ia menuntut dilakukannya investigasi. "Untuk mengetahui siapa di pihak Israel yang memerintahkan pengerahan senjata ke warga sipil," kata dia.
Di sisi lain, pihak Tel Aviv berdalih, militernya atau Israel Defense Forces hanya berusaha mempertahankan diri.
"Mereka bukan aktivis perdamaian," kata Deputi Dubes Israel untuk PBB, Daniel Carmon. Ia mengatakan, para aktivis menggunakan kedok bantuan kemanusiaan untuk mengirimkan pesan kebencian dan untuk menyulut kekerasan.
Pihak Israel Defense Forces mengatakan, para tentaranya dihadapkan pada kekerasan yang "telah direncanakan" oleh para aktivis -- yang bersenjatakan batang logam, pisau, juga dua pistol yang dicuri dari prajurit Tel Aviv.
Insiden penyerangan terhadap Mavi Marmara memicu kecaman dari dunia. Peristiwa itu juga sempat membuat hubungan Turki dengan Israel diwarnai ketegangan. Baru belakangan ini, pada 2016, kedua negara kembali rukun.
Selain insiden Mavi Marmara, sejumlah kejadian penting dalam sejarah dunia terjadi pada tanggal 31 Mei.
Pada Jumat 31 Mei 1935, gempa dengan kekuatan 7,8 SR hingga 8,1 SR mengguncang Quetta, Balochistan, Pakistan. Sebanyak 45.000-60.000 nyawa melayang dibuatnya.
Pada 1970, gempa memicu tanah longsor yang mengubur Kota Yungay, Peru. Lebih dari 47.000 orang tewas.
Sementara, para 1962, arsitek 'holocaust' Adolf Eichmann dieksekusi gantung di Tel Aviv, Israel.
Saksikan juga video berikut ini: