Liputan6.com, Jakarta - Perum Bulog menegaskan, belum akan kembali melakukan impor beras menyusul pemberian izin impor beras jilid II sebanyak 500 ribu ton. Hal ini lantaran stok beras di gudang Bulog masih penuh.
Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso atau yang akrab disapa Buwas mengatakan, Bulog memang mendapatkan penugasan untuk mengimpor beras dan telah mendapatkan Surat Persetujuan Impor (SPI) dari Kementerian Perdagangan (Kemendag). Namun hal tersebut bukan berarti Bulog harus segera melakukan impor sesuai dengan kuota yang diberikan.
Baca Juga
Advertisement
"Belum di eksekusi. Wong masih banyak. SPI terbit bukan berarti harus dilaksanakan dong. Nanti ditaruh di mana? Gudang saya sudah penuh," ujar dia di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (30/5/2018).
Menurut Buwas, yang terpenting saat ini bukan soal impor, melainkan ketersediaan stok dan harga yang stabil.
"Yang penting kan stok masih ada dan harga stabil terjamin, ya sudah. Bisa saja kalau toh barang sudah ada, ya disimpan di sana, titip, baru dikirim dari sana kalau butuh. Kalau itu sudah terjadi. Ini belum direalisasi," kata dia.
Budi mengungkapkan, setiap hari rata-rata Bulog menyerap lebih dari 11 ribu ton beras. Sedangkan posisi stok beras saat ini mencapai 1,48 juta ton.
"Penyerapan kita tiap hari banyak, itu kita utamakan. Posisi kita 1,48 juta ton, tapi kita tambah terus, setiap hari rata-rata 11 ribu-15 ribu ton. Sudah ada perintah untuk impor beras, tapi saya belum perlu, ya tidak dipakai. Buat apa? Itu kan boleh dilaksanakan, boleh tidak. Wewenang Bulog, kan kita yang baca. Yang penting ketersediaan stok dan stabil harga. Kita kalau impor juga kan bikin petani resah," tandas dia.
Penjelasan Mendag Enggar Soal Impor Beras Jilid II Sebesar 500 Ribu Ton
Impor beras jilid II sebesar 500 ribu ton nampaknya masih menuai sejumlah pro dan kontra. Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita akhirnya buka suara.
Dia mengatakan, impor beras jilid II sebesar 500 ribu ton sebenarnya bukan penambahan. Impor ini sebenarnya sudah disetujui dalam rapat koordinasi terbatas antara Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan dan Kementerian BUMN pada Februari lalu.
"Itu bukan penambahan kok. Itu ada, itu sudah diputuskan dalam rakortas. Keputusan dipimpin oleh Pak Menko (Darmin Nasution), dihadiri oleh Kementan, dihadiri Dirut Bulog dan juga Kementerian BUMN dan saya. Disepakati diputuskan untuk menugaskan kepada Bulog untuk impor," ujarnya di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Kamis (24/5).
Menteri Enggar menampik, impor ini dilakukan tanpa pertimbangan. Menurutnya, impor jilid II sudah berjalan bersama masuknya seluruh impor jilid I sebanyak 500 ribu ton pada April. Oleh karena itu, total seluruh impor yang masuk telah mencapai sekitar 680 ribu ton.
"Rakortas itu sudah lama. Sesudah itu ada lagi. Kalau cuma 500 ribu ton, stok Bulog impor ada 680 ribu ton, coba selisihnya darimana? Kalau misalnya 680 ribu ton, yang izin hanya 500 ribu, sisanya izinnya dari mana? Itu pakai izin impor kan. Artinya yang impor pertama itu izinnya lebih dari 500 ribu ton. Buktinya ada 680 ribu ton. Belajarlah berhitung," jelasnya.
ebih lanjut, Menteri Enggar menjelaskan, tender impor jilid II dilakukan bersamaan dengan tender impor beras jilid I. "Tendernya, sudah lama sama Bulog. Dan itu tender terbuka. Kalau dibuka diurut websitenya Bulog, pada waktu dia tender, itu sudah lama dan itu tender Bulog terbuka. Pemerintah hanya memberikan tugas pada Bulog, lakukan ini," jelasnya.
Adapun alasan pemerintah melakukan impor ini dengan melihat semakin menipisnya stok cadangan beras Bulog di gudang. Sementara, permintaan dan kebutuhan masyarakat atas beras terus meningkat dan harus dipenuhi.
"Cerminannya bahwa suplainya memang kurang. Kalau seandainya tidak ada impor waktu itu (jilid I) kan ada kekurangan. Tetapi sekarang jumlah stok bulog ada 1,2 juta ton, 600.000 ton lebih itu adalah impor. Jadi sebenarnya kalau tanpa impor, maka jumlah cadangan beras di Bulog jadi dibawah 1 juta ton. Itulah dasar kenapa kita harus impor," tandasnya.
Reporter: Anggun P. Situmorang
Sumber: Merdeka.com
Advertisement