Ekspor Minyak Sawit RI Turun, Apa Penyebabnya?

Pada April lni ekspor minyak sawit lndonesia ke india tergerus 15 persen, dari 408,65 ribu ton di Maret menjadi 346,28 ribu ton.

oleh Merdeka.com diperbarui 30 Mei 2018, 20:43 WIB
Ilustrasi CPO 1 (Liputan6.com/M.Iqbal)

Liputan6.com, Jakarta - Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mencatatkan penurunan ekspor minyak kelapa sawit RI. Secara year on year (yoy) total ekspor dari Januari-April 2018 mencapai 10,24 juta ton atau turun 4 persen dibandingkan periode 2017 yang mampu mencapai 10,70 juta ton.

"Dari nilai ekspor di angka USD 7,04 miliar atau turun sekitar 13 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu yaitu sebesar USD 8,06 miliar," ungkap Ketua Umum Gapki, Joko Supriyono, di Hotel Shangri-La, Jakarta, Rabu (30/5/2018).

Dia menjelaskan, di negara-negara tujuan utama pada April 2018 ini pada umumnya penurunan impor minyak sawit dari lndonesia khususnya China, India, Uni Eropa dan Amerika Serikat. Pada April 2018, volume ekspor minyak sawit total termasuk biodiesel, oleofood dan oleochemical membukukan penurunan sebesar 5 persen atau dari 2,53 juta ton.

Sepanjang 2018, China membukukan penurunan impor minyak sawit sebesar 38 persen atau dari 379,98 ribu ton pada Maret tergerus menjadi 234,42 ribu ton pada April. Penurunan impor oleh Negeri Tirai Bambu ini karena para traders sedang menunggu regulasi baru yang akan diterapkan terkait dengan pajak impor minyak nabati.

"Dikabarkan bahwa pemerintah China efektif pada 1 Mei 2018 akan menurunkan tarif impor minyak nabati yang semula 11 persen menjadi 10 persen. Selain itu China juga telah memberlakukan pengetatan pengawasan atas impor minyak nabati," imbuhnya.

Ekspor minyak sawit lndonesia ke lndia pun tergerus sejak Maret 2018. Pada April lni ekspor minyak sawit lndonesia ke india tergerus 15 persen, dari 408,65 ribu ton di Maret menjadi 346,28 ribu ton.

Secara yoy, caturwulan pertama ekspor ke India tergerus 24 persen. Ekspor ke india tercatat berkurang 570,85 ribu ton atau dari 2,37 juta ton Januari-April 2017 menurun 1,80 juta ton periode yang sama 2018.

"lni fenomena yang tidak lazim, karena biasanya menjelang Ramadhan permintaan minyak sawit oleh lndia meningkat, tetapi tidak di kuartai pertama tahun 2018 lni. Mungkin akibat pemberlakukan tarif impor tinggi oleh lndia," jelasnya.

Sementara Uni Eropa membukukan penurunan impor sebanyak 17 persen atau dari 461,24 ribu ton di Maret melorot menjadi 385,10 ribu ton pada April. Penurunan impor minyak sawit oleh Uni Eropa dipengaruhi oleh stok minyak rapeseed mereka dan berbagai aksi kampanye negatif terhadap minyak sawit. Impor minyak sawit Uni Eropa di caturwulan pertama 2018 telah tergerus 312,19 ribu ton atau sekitar 16 persen dibandingkan periode yang sama 2017, daro 1,90 juta ton turun menjadi 1,59 juta ton.

Ekspor minyak sawit Indonesia ke Amerika serikat pada April ini mencatatkan volume 62,16 ribu ton atau turun 42 persen dibandingkan Maret lalu yang mencapai 106,57 ribu ton. Menurunnya impor Negeri Paman Sam ini dikarenakan stock kedelai yang tinggi di dalam negeri sebagai akibat dari retaliasi China terhadap AS yang menerapkan pajak tinggi pada produk-produk yang diimpor dari China sehingga China saat ini membalas dengan tarif tinggi terhadap impor kedelai dari AS.

 


Kenaikan Ekspor

Ilustrasi CPO 5 (Liputan6.com/M.Iqbal)

Kenaikan ekspor justru terjadi di negara-negara yang mayoritas penduduknya muslim, yaitu Bangladesh, Negara Timur Tengah dan Pakistan. Bangladesh membukukan kenaikan impor sebesar 222 persen atau dari 64,57 ribu ton di Maret naik ke 208,10 ribu ton di April 2018 ini.

"Pada April 2018 lni merupakan rekor pertama Bangladesh dengan impor minyak sawit di atas 200 ribu ton. Secara yoy pada periode Januari-April 2018 Bangladesh menorehkan kenaikan impor yang cukup signifikan yaitu sebesar 66 persen atau dari 358,87 ribu ton periode Januari-April 2017 terkerek menjadi 595,09 ribu ton periode yang sama di 2018," katanya.

Kenaikan impor oleh Bangladesh ini memanfaatkan kebijakan tarif impor tinggi yang diberlakukan oleh lndia, sehingga industri-industri olahan di Bangladesh mendapatkan keuntungan besar. lmpor Bangladesh bisa juga dipengaruhi oleh keberhasilan dari misi dagang Kementerian Perdagangan Rl bersama Asosiasi Sawit pada Maret 2018.

Kenaikan impor juga di ikuti oleh Negara-negara di Timur Tengah yaitu sebesar 39 persen, dari 146,84 ribu ton di Maret naik menjadi 204,21 ribu ton pada April. Sementara Pakistan membukukan kenaikan impor sebesar 0,23 persen atau dari 162,93 ribu ton di Maret naik menjadi 163,30 ribu ton di April 2018

"Kalau melihat sisi harga, sepanjang bulan April 2018 harga CPO global bergerak di kisaran USD 640 sampai USD 680 per metrik ton dengan harga rata-rata USD 662,2 per metrik ton. Harga rata-rata April menurun USD 14 dibandingkan harga rata-rata pada Maret lalu USD 676,2 per metrik ton," tandasnya.

Reporter:Wilfridus Setu Embu

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya