Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak melonjak pada penutupan perdagangan Rabu (Kamis pagi waktu Jakarta). Pendorong kenaikan harga minyak ini adalah komentar dari Bank Sentral Rusia bahwa mereka menyatakan hati-hati pada rencana meningkatkan kembali pasokan minyak.
Mengutip Reuters, Kamis (31/5/2018), harga minyak Brent yang merupakan patokan dunia ditutup naik USD 2,11 atau 2,8 persen ke level USD 77,50 per barel. Sedangkan harga minyak mentah AS naik USD 1,48 atau 2,2 persen menjadi USD 68,21 per barel.
Data dari American Petroleum Institute (API) menyebutkan bahwa persediaan minyak mentah di AS naik secara tak terduga pada minggu lalu yaitu melonjak 1 juta barel terhadap ekspektasi para analis yang mengira akan turun 525 ribu barel.
Baca Juga
Advertisement
Harga minyak mengalami tekanan karena adanya laporan dari negara-negara anggota organisasi eksportir miyak (OPEC) dan Rusia yang akan mengurangi pemangkasan produksi yang telah dilakukan sejak awal 2017.
Pemangkasan produksi tersebut mendorong penurunan persediaan minyak global dan mampu mengerek harga minyak dunia sehingga mampu menyentuh angka USD 80 per barel pada 17 Mei lalu.
Pada 25 Mei, beberapa sumber Reuters menyatakan bahwa Arab Saudi dan Rusia tengah berunding untuk kembali meningkatkan produksi dari negara anggota OPEC dan sekutunya dengan jumlah di kisaran 1 juta barel per hari.
Namun pada Rabu, Bank Sentral Rusia menyatakan bahwa jatuhnya harga minyak akan berdampak cukup singifikan atau bisa menimbulkan risiko di pasar keuangan.
"Tampaknya seseorang di Bank Sentral memperhatikan penurunan harga minyak dan mengirimkan sinyal," jelas analis Price Futures Group, Chicago, Phil Flynn.
Perdagangan sebelumnya
Pada perdagangan sebelumnya, harga minyak mentah dunia jatuh, dengan minyak mentah AS turun hampir 3 persen, di tengah kekhawatiran bahwa Arab Saudi dan Rusia dapat kembali memompa pasokan minyaknya untuk mengkompensasi kekurangan pasokan global.
Arab Saudi dan Rusia telah membahas peningkatan produksi minyak dari anggota OPEC dan non-OPEC sebesar 1 juta barel per hari (bpd) untuk mengatasi potensi kekurangan pasokan dari Venezuela dan Iran.
Menjelang pertemuan OPEC di Wina pada 22 Juni, kekhawatiran bahwa Arab Saudi dan Rusia dapat meningkatkan produksi telah menekan harga minyak, bersama dengan meningkatnya produksi di Amerika Serikat.
"Pelaku pasar tetap tidak yakin seberapa cepat strategi keluar dapat diimplementasikan dan apakah itu akan melampaui penurunan output dari Venezuela," kata Abhishek Kumar, Analis Energi Senior Interfax Energy Global Gas Analytics di London.
"Mereka khawatir keputusan kartel dapat mengambil pendekatan menunggu dan menonton terhadap Iran. Akibatnya, sentimen bearish kurang menarik untuk harga Brent," jelas dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Advertisement