Liputan6.com, Jakarta - Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menolak eksepsi mantan Kepala Badan Penyehatan Pebankan Nasional (BPPN), Syafruddin Arsyad Temenggung dalam perkara korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI). Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK pun siap menghadirkan saksi-saksi dan bukti kasus dugaan korupsi SKL BLBI pada sidang lanjutan, Rabu 6 Juli 2018.
"Kami harap pengungkapan kasus BLBI ini dikawal bersama. Kita akan melihat bagaimana negara dirugikan di balik kerumitan istilah dan proses pengambilan kebijakan-kebijakan di bidang ekonomi dan perbankan," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Jakarta, Kamis (31/5/2018).
Advertisement
Febri mengatakan pihaknya merasa bersyukur, pembelaan terdakwa terbantahkan di pengadilan. Menurut dia, putusan tersebut menegaskan, dakwaan jaksa telah dinyatakan sah dan disusun secara cermat.
"Bahkan sejumlah alasan pihak terdakwa yang menggunakan dalih bahwa kasus ini perdata, sedang ada gugatan lain yang berjalan, termasuk tentang audit kerugian keuangan BPK yang dikatakan tidak sah, semua terbantahkan," Febri menjelaskan.
Sebelumnya, nota keberatan atau eksepsi terdakwa SKL BLBI, Syafruddin Arsyad Temenggung dinyatakan tidak diterima seluruhnya oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat. Surat dakwaan yang disusun oleh jaksa penuntut umum pada KPK dinyatakan sah menurut hukum.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
5 Poin Eksepsi
Sedikitnya ada lima poin eksepsi tim kuasa hukum yang seluruhnya dimentahkan oleh majelis hakim yakni Pengadilan Tipikor tidak berhak mengadili perkara tersebut dikarenakan ranah perdata, kerugian negara berdasarkan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang dijadikan landasan jaksa penuntut umum telah final, adanya sengketa perdata, dan masa daluwarsa penerbitan SKL oleh Arsyad.
Berdasarkan keputusan tersebut, majelis hakim memerintahkan jaksa penuntut umum menghadirkan saksi-saksi pada persidangan selanjutnya.
Diketahui, Syafruddin Arsyad Temenggung selaku Ketua BPPN periode 2002-2004 didakwa bersama-sama dengan Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) Dorojatun Kuntjoro-Jakti, serta pemilik Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim merugikan keuangan negara.
Modusnys yaitu dengan cara menghapus piutang BDNI kepada petani tambak yang dijamin oleh PT Dipasena Citra Darmadja (DCD) dan PT Wachyuni Mandira (WM), serta menerbitkan Surat Pemenuhan Kewajiban Pemegang Saham, sehingga merugikan keuangan negara hingga Rp 4,58 triliun.
Advertisement