Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Papua Nugini mempertimbangkan untuk memblokir Facebook terkait masalah keamanan data pengguna dan maraknya akun palsu.
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara pun memberikan tanggapan terkait pemblokiran Facebook oleh Papua Nugini.
Ditemui dalam acara Buka Puasa Bersama Kemkominfo, Rudiantara mengatakan, pemerintah Indonesia tidak bisa serta merta memblokir jejaring sosial besutan Mark Zuckerberg itu.
Baca Juga
Advertisement
"Saya sampaikan, kita lihat sejauh mana parahnya (dampak penyalahgunaan data pengguna Facebook oleh Cambridge Analytica). Karena, berbeda dengan Papua Nugini, di Indonesia Facebook digunakan banyak orang untuk mencari penghasilan," katanya di Jakarta, Kamis (31/5/2018).
Kendati begitu, Rudiantara tidak akan membiarkan begitu saja soal kasus Facebook. Pihaknya menyebut, pemerintah tidak akan mentolerir jika media sosial asal Amerika Serikat itu dipakai untuk memecah belah bangsa.
"Patokannya itu saja (tidak ada toleransi jika Facebook jadi alat memecah belah bangsa)," tuturnya.
Indonesia sendiri memiliki jumlah pengguna Facebook mencapai 115 juta pengguna, sementara di Papua Nugini jumlah pengguna Facebook disebut-sebut sekitar 600 hingga 700 ribu pengguna.
Sekadar diketahui, sampai saat ini pemerintah memang belum mengeluarkan pernyataan mengenai pemblokiran Facebook.
Kementerian Komunikasi dan Informatika masih menunggu hasil investigasi internal Facebook atas pelanggaran data lebih dari 87 juta penggunanya di dunia.
Dari 87 juta data pengguna Facebook di dunia, lebih dari 1 juta data merupakan milik pengguna Indonesia.
Sebelumnya, anggota Komisi I DPR RI Meutya Hafid menyebut, DPR bisa merekomendasikan kepada pemerintah untuk moratorium (menghentikan sementara) layanan Facebook di Indonesia jika Facebook tidak buru-buru patuh terkait keamanan data penggunanya di Indonesia.
Papua Nugini Blokir Facebook
Papua Nugini bakal memblokir akses Facebook selama sebulan penuh. Dilaporkan media setempat, pemblokiran ini dilakukan untuk mempelajari dampak media sosial tersebut terhadap masyarakat sekitar.
Menteri Komunikasi Papua Nugini, Sam Basil, mengatakan waktu sebulan penuh diharapkan bisa digunakan untuk mengidentifikasi adanya akun-akun palsu di Facebook.
"Waktu pemblokiran memungkinkan kami mengidentifikasi akun palsu, pengguna yang mengunggah konten pornografi, pengguna yang mengunggah hoaks di Facebook. Mereka akan difilter dan akunnya dihapus," kata Basil sebagaimana Tekno Liputan6.com kutip dari The Verge, Rabu (30/5/2018).
Dia mengatakan, penghapusan akun-akun palsu akan memungkinkan pengguna dengan identitas asli untuk memakai media sosial secara bertanggung jawab.
Media Australian Broadcasting Corporation melaporkan, keputusan kontroversial ini hanya salah satu ide yang dipertimbangkan untuk membersihkan media sosial.
Kepada media, Basil mengatakan, pemerintah telah mencoba bersinergi dengan pihak legislator tentang kemungkinan adanya media sosial baru yang dikembangkan khusus untuk warga negara Papua Nugini.
Advertisement
Bukan Negara Pertama yang Blokir Facebook
Sekadar diketahui, Papua Nugini memiliki jumlah penduduk sekitar 8 juta orang. Negara ini bukan negara pertama yang mempertimbangkan pemblokiran Facebook. Menurut perkiraan pemerintah, jumlah pengguna Facebook di Papua Nugini antara 600 hingga 700 ribu orang.
Beberapa negara yang telah memblokir akses Facebook antara lain adalah Tiongkok dan Korea Utara. Layanan Facebook juga diblokir di Sri Lanka selama seminggu pada awal tahun ini setelah adanya dugaan media sosial itu dipakai untuk menyebarkan konten kekerasan.
Banyak pihak juga tengah mempertanyakan bagaimana perusahaan sebesar Facebook menangani data milik pengguna setelah kasus penyalahgunaan data oleh Cambridge Analytica.
Sementara itu, perwakilan Facebook dalam pernyataannya menyebut, perusahaan telah mencoba menghubungi pemerintah terkait hal ini.
(Tin/Jek)
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini: