Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian (Kemenperin) berencana menerapkan wajib standar SNI untuk pelumas di Indonesia. Namun, wacana tersebut masih terus menimbulkan pro dan kontra, dan salah satu yang menolak adalah Perhimpunan Distributor Importir dan Produsen Pelumas Indonesia (PERDIPPI).
Menurut perhimpunan yang membawahi 125 merek pelumas di Indonesia ini, wajib standar SNI sudah tidak perlu.
Advertisement
Pasalnya, pelumas yang beredar di Indonesia juga harus mengikuti Nomor Pelumas Terdaftar (NPT), sebagai standardisasi untuk menjaga kualitas pelumas.
Dijelaskan Ketua Perdippi, Paul Toar, dengan begitu pihaknya sangat menyesalkan pernyataan dari Juergen Gunawan dari MASPI (Masyarakat Pelumas Indonesia), perihal perlunya SNI untuk melindungi konsumen.
"Pernyataan tersebut sangat pincang. Karena standar mutu pelumas sudah dijamin dengan regulasi NPT yang meliputi seluruh pelumas yang beredar tanpa kecuali. Ini dengan mengacu pada syarat standar internasional bagi pelumas yang belum ada SNI-nya dan mengacu pada standar SNI bagi pelumas yang sudah ada SNI-nya dari BSN (Badan Standarisasi Nasional)," papar Paul.
Dengan dasar NPT itu pula, kata Paul, pelumas yang beredar di Indonesia telah terbukti sebagai pelumas yang memenuhi standar mutu, tidak hanya SNI, tetapi juga internasional. Karena itu pula, Paul menilai pernyataan Juergen bertentangan dengan fakta tersebut.
"Aspek yang tidak disinggung oleh Juergen Gunawan adalah biaya sertifikasi SNI yang berkisar Rp 500 juta per produk per empat tahun, yang pasti akan menjadi beban konsumen, terutama jika dibandingkan dengan biaya sertifikasi NPT yang hanya sekitar Rp 10 - 15 juta per lima tahun," tegasnya.
Membebani Konsumen dan Industri
Besarnya biaya proses uji laboratorium yang dikenakan sebagai syarat ketentuan SNI jika diberlakukan, dipastikan akan semakin membebani industri dan konsumen. Sebab, semua biaya itu pada akhirnya dibebankan kepada konsumen dalam komponen harga.
Pada sisi lain, industri juga akan semakin sulit bersaing. Jadi, patut diduga upaya pemberlakuan ketentuan SNI Wajib tersebut merupakan bagian dari cara mengadang produk impor dalam persaingan.
"Dari yang kami ketahui dari berbagai sumber, wacana pemberlakuan SNI wajib bukan dimaksudkan sebagai perlindungan konsumen namun untuk menjadi nontarif barrier bagi pelumas impor. Dampak sampingnya pasti juga akan mematikan daya saing dari perusahaan pelumas lokal yang kecil," ucap Paul.
Padahal, selama ini keberadaan NPT telah menjamin kesehatan industri yang terus berkembang. Terlebih koordinasi antara Kementerian ESDM dengan Mabes Polri, SAE Indonesia, Asosiasi, YLKI, sebagai tindak lanjut dari kebijakan NPT itu telah berjalan efektif.
Advertisement