Liputan6.com, Yogyakarta - Manajer Pusadalops Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Daerah Istimewa Yogyakarta, Danang Samsu Rizal mengatakan, letusan Gunung Merapi pada Jumat pagi tadi sekitar pukul 08.20 WIB, membuat beberapa sektor hutan di kawasan gunung tersebut terbakar, namun bukan karena awan panas. Saat ini, kebakaran tersebut sudah dapat dipadamkan.
Menurutnya, kejadian hutan terbakar di sektor barat laut Gunung Merapi pagi ini bukan diakibatkan oleh awan panas, melainkan material jatuhan (balistik) yang masih panas.
"Masyarakat agar tetap tenang, sejauh ini Merapi tidak mengeluarkan awan panas. Terpantau 2 titik api di selatan lereng Merapi, namun sudah padam," ucapnya, Jumat (1/6/2018).
Lantaran itulah, masyarakat agar tetap tenang dengan aktivitas Merapi saat ini. Danang menjelaskan, hingga hari ini, tidak ada warga yang mengungsi karena aktivitas Merapi.
Baca Juga
Advertisement
"Akitivitas di luar ruangan sebaiknya menggunakan masker untuk melindungi pernapasan dan pengguna softlens dilepas," ujarnya.
Sementara, Agus Budi Santoso, Kasi Gunung Merapi BPPTKG DIY mengatakan status Merapi masih waspada. Ia meminta agar warga tidak panik karena dapat menyebabkan kecelakaan karena kepanikan tersebut.
"Jangan takut jangan panik status masih Waspada. Jarak rawan bencana masih 3 kilometer," katanya.
Adapun Sumijo, warga lereng Gunung Merapi di Dusun Petung, Kepuharjo, Cangkringan, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, mengaku mendengar saat Merapi erupsi pagi tadi. Namun, ia tak masalah dan tidak panik karena erupsi tersebut.
"Dengar tadi, saya pas di atas. Ya, cuma sudah tahu kalau freatik, jadi tidak lari," katanya.
Sebagai warga di lereng Gunung Merapi, ia pun tahu kapan harus segera evakuasi dari rumah. Terlebih, ia juga memiliki warung kopi di lereng Merapi. "Kopi Merapi tetap buka. Tutup pukul 24 WIB," katanya.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Perjalanan Magma Merapi Sampai di Mana?
Sejak awal letusan freatik Gunung Merapi muncul pada 11 Mei lalu, pertanyaan yang muncul dan belum pernah terjawab adalah sampai sejauh mana magma Merapi berjalan ke atas.
Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) hanya bisa memperkirakan berdasarkan alat pantau. Meskipun demikian, alat itu tidak bisa menentukan posisi persis magma.
Alat-alat seperti GPS, tilt meter, pengukur suhu, dan sebagainya hanya bisa membaca indikasi atau tanda-tanda terjadinya letusan. "Magma yang kami maksud di sini berbentuk cair, kecepatannya berbeda dengan gas," ucap Agus Budi Santoso, Kasi Gunung Merapi BPPTKG DIY, Jumat (1/6/2018).
Ia menjelaskan, wujud magma lebih kental, sehingga butuh waktu yang lebih lama untuk sampai ke atas karena kecepatan bergeraknya lambat. Berdasarkan referensi dan rekam jejak Merapi, secara umum pergerakan magma berkisar 17 sampai 40 meter per hari.
"Perkiraannya dengan kedalaman magma saat ini di bawah tiga kilometer, ada waktu yang cukup untuk memberi peringatan dini," ujar Agus.
Namun, ia juga menegaskan kajian statistik itu tidak mutlak karena kondisinya bisa berbeda.
Sementara, Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Kasbani mengatakan aktivitas Merapi masih di Level II atau berstatus Waspada. "Bisa dikatakan letusan kali ini magmatik, tetapi magma belum keluar," tuturnya.
Ia menjelaskan, erupsi kali ini masih sama dengan letusan-letusan sebelumnya. Aktivitas magmatik baru ditunjukkan lewat gempa vulkanik yang intensitasnya lebih tinggi. "Kami minta masyarakat tetap tenang dan BPPTKG terus memantau," ucapnya.
Advertisement
Warga Kelompok Rentan di Lereng Merapi Mengungsi
Adapun sejumlah warga yang tinggal di lereng Gunung Merapi mengungsi pascaletusan pada Jumat pagi tadi. Pengungsi yang sebagian besar merupakan kelompok rentan itu mengungsi di tempat penampungan pengungsian sementara (TPPS).
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Boyolali, Bambang Sinungharjo membenarkan terjadinya letusan Gunung Merapi pada Jumat pagi tadi menyebabkan sejumlah warga yang tinggal di kawasan rawan bencana mengungsi.
"Setelah terjadi letusan, warga langsung mengungsi. Mereka ada warga yang dekat dengan puncak Merapi, seperti Stabelan, Desa Tlogolele," kata dia, Jumat, 1 Juni 2018.
Warga yang mengungsi, Bambang menyebutkan tidak semua penduduk, namun hanya warga kelompok rentan yang mengungsi. Para pengungsi itu terdiri dari kalangan ibu-ibu, orang lanjut usia, penyandang disabilitas serta anak-anak.
Jumlah warga kelompok rentan yang mengungsi sekitar 100 orang. Mereka mengungsi di TPPS Tlogolele. "Sedangkan warga yang laki-laki masih beraktivitas seperti biasa," katanya.
Terjadinya letusan Gunung Merapi, lanjut Bambang, para petugas dan relawan BPBD Boyolali langsung membagikan masker di sejumlah daerah yang terkena dampak hujan abu.
Ada tujuh desa di Kecamatan Selo yang mengalami hujan abu, salah satunya Desa Tlogolele. "Petugas langsung membagikan masker kepada warga," terangnya.
Bambang mengatakan, jumlah masker yang dibagikan sekitar 14 ribu masker. Pembagian telah dilakukan secara bertahap sejak beberapa hari lalu.
"Sebanyak 8.000 masker telah drop Minggu lalu, terus ditambah lagi 6.000 masker untuk dibagikan kepada warga yang tinggal di KRB III," sebutnya.