Hari Kelahiran Pancasila Kikis Gerakan Radikal dan Terorisme

Dengan Pancasila sebagai dasar negara, para pendiri bangsa telah mempersatukan Indonesia.

oleh Muhammad Ali diperbarui 01 Jun 2018, 12:36 WIB
Presiden Jokowi memimpin upacara peringatan Hari Lahir Pancasila (Merdeka.com/ Titin)

Liputan6.com, Jakarta - Anggota Komisi III Ahmad berharap hari Kelahiran Pancasila yang diperingati setiap 1 Juni menjadi pengingat akan pentingnya persatuan dan menghargai kebhinekaan. Momentum Hari Kelahiran Pancasila diharapkan mengikis gerakan radikal termasuk terorisme.

Sahroni mengingatkan, dengan Pancasila sebagai dasar negara, pendiri negara telah mempersatukan Indonesia yang terdiri atas berbagai suku dan bahasa serta kebudayaan menjadi satu bangsa. Sayangnya hingga beberapa tahun terakhir, upaya menghancurkan persatuan masih terus tampak di tanah pertiwi.

“Terkait Hari Kelahiran Pancasila, saat ini saya pribadi menganggap yang sedang marak sekarang tentang radikalisme mungkin sudah keluar dari ranah semestinya. Padahal dasar kita bernegara dari Pancasila dan UUD,” kata Sahroni.

Sahroni mengungkapkan, penanggulangan terorisme meski terus dilakukan oleh penegak hukum dibantu TNI, tapi semakin banyak dan bibitnya dalam proses pembesaran. Bahkan tak hanya dengan upaya pembibitan terhadap kaum muda, aksi terorisme yang dilakukan beberapa waktu lalu bahkan melibatkan anak-anak.

“Radikalisme model baru ini melibatkan anak. Doktrinnya luar biasa, melalui media sosial, misalnya mengajarkan anak bukan lagi bercita-cita jadi presiden, dokter atau pengusaha besar. Ini kultur yang harus diperbaiki dari atas ke bawah. Sedih melihat Indonesia dengan kultur luar biasa dibandingkan negara lain di dunia harusnya lebih adem dan terjalin silaturahmi yang hebat,” tutur Sahroni.

Politisi Partai NasDem ini mengingatkan, upaya pengkaderan terus dilakukan jaringan teroris. Bukan hanya telah menjangkau lingkungan akademis seperti kampus ataupun unversitas, jaringan ini bahkan telah berani menanamkan paham radikal ke aparat penegak hukum.

“Isu lain tentang univestitas sudah masuk pagam radikal. Jangankan universitas dari kepolisian pun sudah masuk. Lambat laun akan menjadi sel baru, perlahan didoktrin dan memakai sarana medsos. Bisa jadi 10 tahun ke depan ada orang-orang baru (teroris) yang tidak kota pikirkan,” pesan Sahroni.

Lebih jauh Sahroni meyakini upaya pemberantasan terorisme setelah disahkannya UU Antiterorisme akan semakin lebih baik, salah satunya dengan pelibatan TNI di dalamnya. Ia meminta pemberantasan terorisme tak terus dikaitkan dengan pelanggaran HAM karena tindakan dilakukan para pelaku justru membuat Indonesia terkukung dalam kesedihan.

Ia juga menekankan pentingnya menjaga keharmonisan khususnya atas berbagai perbedaan yang ada di Indonesia. Khususnya di tahun politik dan jelang pemilihan presiden dan legislatif yang dilakukan secara serentak, Polri selaku aparat penegak hukum dan TNI harus mampu mendeteksi upaya dimunculkannya kegaduhan dan memecah belah persatuann serta merusak Pancasila.

“Polri dibantu TNI harus mewaspadai upaya munculnya konflik sosial dan gerakan radikal di berbagai daerah yang akan memecah persatuan, khususnya jelang Pilpres dan Pileg serentak,” imbuh Sahroni.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya