Myanmar dan Israel Sepakat untuk Saling Merevisi Isi Buku Sejarah

Pemerintah Myanmar dan Israel juga bisa saling memberi koreksi sesuai versi mereka sendiri.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 02 Jun 2018, 06:48 WIB
Pengungsi Rohingya memperbaiki rumahnya di Kamp Pengungsi Kutupalong, Bangladesh, 28 April 2018. Apabila hujan tiba, ada ancaman serius kamp pengungsi yang dibangun secara tidak teratur itu mengalami kebanjiran dan longsoran lumpur. (AP Photo / A.M. Ahad)

Liputan6.com, Naypyidaw - Pemerintah Israel telah menandatangani perjanjian pendidikan dengan Myanmar, yang memungkinkan setiap negara untuk "saling memverifikasi" bagaimana sejarah mereka diajarkan.

Kesepakatan itu ditandatangani pada Selasa, 29 Mei 2018, sebagai tanggapan atas kecaman internasional yang menyerang kedua negara.

Dikutip dari Time.com pada Jumat (1/6/2018), pemerintah Myanmar telah dikritik dunia internasional, terkait perlakuannya terhadap komunitas Rohingya, yang hingga kini berstatus tanpa kewarganegaraan (stateless).

Sekitar 700.000 orang warga Rohingya telah melarikan diri dari negara bagian Rakhine sejak Agustus lalu. Para pejabat AS menuding Myanmar melakukan "pembersihan etnis" di balik tindakan keji tersebut.

Adapun Israel, baru-baru ini kembali mendapat kecaman menyusul aksi penembakan langsung terhadap demonstran Palestina di perbatasan Gaza.

Sejak 30 Maret, menurut Kementerian Kesehatan Palestina, telah tercatat lebih dari 110 korban jiwa akibat serangan senjata api oleh militer Israel.

Perjanjian ini memungkinkan kedua negara untuk saling memverifikasi buku teks sekolah, khususnya bagian-bagian yang mengacu pada sejarah negara lain.

Apabila diperlukan, masing-masing peemerintah juga bisa melakukan koreksi sesuai versi mereka.

Tidak hanya dengan Myanmar, Israel juga diketahui memiliki perjanjian serupa dengan negara lain, terutama yang berkaitan dengan pembahasan tragedi holocaust di Eropa.

 

Simak video pilihan berikut: 

 

 


Komunitas Rohingya Kembali Bergejolak

Anak-anak pengungsi muslim Rohingya menunggu bantuan makanan di kamp pengungsi Thankhali di Distrik Ukhia, Bangladesh, (12/1). Mereka melarikan diri bersama orangtuanya saat konflik pecah di Myanmar. (Munir UZ ZAMAN/AFP)

Sementara itu, muncul laporan baru tentang kekerasan yang di seputaran isu komunitas Rohingya, di mana kali ini berasal dari Amnesty International.

Lembaga tersebut mengklaim memiliki bukti bahwa kelompok bersenjata, Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA), telah menewaskan puluhan warga Hindu di negara bagian Rakhine, Myanmar, tahun lalu.

Dalam laporan yang dirilis pada hari Selasa, kelompok HAM global tersebut mengungkapkan bahwa ARSA menangkap dan membunuh lebih dari 90 warga sipil Hindu pada 25 Agustus 2017. Demikian seperti dikutip dari Al Jazeera pada Rabu pekan lalu.

Sementara dugaan kejahatan terhadap warga Rohingya telah didokumentasikan secara luas, laporan teranyar Amnesty International merupakan penelitian pertama atas pelanggaran yang dilakukan oleh ARSA.

Militer Myanmar sebelumnya menuduh kelompok ARSA membunuh warga sipil Hindu. Namun, tudingan ini dibantah oleh ARSA dengan mengatakan, "menyangkal bahwa setiap anggota kami melakukan pembunuhan, kekerasan seksual, atau perekrutan paksa."

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya