Liputan6.com, New York - Menggunakan permodelan matematika, para ilmuwan dari University of Rochester di New York menghitung apa yang akan terjadi pada manusia di Bumi ketika populasi semakin bertumbuh dan dampak perubahan iklim kian mengerikan.
Permodelan yang dibuat para ahli matematika tersebut merujuk pada bagaimana peradaban maju di sejumlah planet ekstrasurya (exoplanet) kuno mungkin telah bertahan atau mati ketika dihadapkan dengan lingkungan yang serupa dengan Bumi saat ini, di mana perubahan terjadi dengan cepat dan tak terkendali.
Dari studi tersebut disimpulkan 3 skenario yang berpotensi akan dihadapi umat manusia dan penduduk Bumi: pendaratan lunak (soft landing), mati perlahan (a gradual die off), atau kehancuran total (full blown collapse).
Baca Juga
Advertisement
Para ahli mengatakan, mati perlahan atau die off, di mana 7 dari 10 penduduk planet musnah sebelum kestabilan kembali dicapai, adalah hasil yang mendominasi permodelan mereka.
Sementara, soft landing, yang merupakan hasil paling positif, terjadi ketika peradaban mampu menahan diri, beradaptasi dengan alam, dan akhirnya lolos dari kepunahan massal.
Dan, saat kehancuran total terjadi, planet akan menjadi terlalu sensitif untuk pulih dari kerusakan yang dipicu penghuninya sendiri -- yang kemudian mengarah pada kemusnahan total semua kehidupan makhluk cerdas (intelligent life) di dalamnya.
Ada kabar buruk bagi Bumi. Meski planet manusia beralih ke energi terbarukan untuk menyelamatkan diri dari kepunahan, level kerusakan yang terjadi saat ini cukup untuk memicu kemusnahan massal para penduduknya, demikian menurut permodelan para ilmuwan.
"Simulasi ini menguak kebenaran radikal tentang tantangan yang kita hadapi setelah kita mendorong Bumi ke era di mana manusia mendominasi," demikian menurut para ilmuwan, seperti dikutip dari New Zealand Herald, Sabtu (2/6/2018).
Tim yang dipimpin oleh para ilmuwan di Universitas Rochester di New York, menggunakan permodelan pertumbuhan populasi di Bumi ke sebuah planet alien.
Menggunakan model statistik, mereka memetakan kemungkinan sejarah pertumbuhan dunia alien, pertumbuhan peradaban mereka, dan perubahan iklim yang mungkin terjadi.
Mereka menyebut masyarakat alien itu sebagai 'exo-civilizations' atau peradaban luar Bumi. Dan, belajar dari kesalahan mereka akan membantu kita mempersiapkan diri dari efek perubahan iklim.
Dalam tulisannya di Atlantic, salah satu penulis studi, Profesor Adam Frank mengatakan, diperkirakan ada lebih dari 10 miliar triliun planet di alam semesta.
"Kecuali alam sangat bias terhadap peradaban seperti manusia, kita bukan (makhluk cerdas) pertama yang muncul," kata dia.
Itu berarti, setiap peradaban yang berevolusi di biosfer planetnya memiliki sejarah: sebuah kisah tentang kemunculan, peningkatan kapasitas, dan kemudian kemunduran yang lambat atau kehancuran yang cepat.
"Dan seperti kebanyakan spesies yang pernah hidup di Bumi dan sekarang telah punah, sebagian besar peradaban yang muncul (jika ada) mungkin sudah lama tamat," kata dia.
"Jadi kita mengeksplorasi apa yang mungkin telah terjadi pada orang lain untuk mendapatkan wawasan tentang apa yang mungkin terjadi pada kita."
Tim ilmuwan mengkalkulasi data statistik populasi spesies Bumi dengan teori fisika umum dan unsur kimia yang membentuk iklim di planet lain.
Mereka kemudian menerapkan skenario di mana peradaban industri terjadi di planet tersebut dan mulai mengkonsumsi sumber dayanya.
Menurut Profesor Frank, hal itu mencerminkan hubungan manusia dengan Bumi setelah revolusi industri, di mana kita mulai mengeksploitasi bahan bakar fosil untuk sumber energi.
Sebagai bagian dari simulasi, peneliti membayangkan peradaban di planet lain memiliki dua jenis sumber energi: berdampak tinggi seperti bahan bakar fosil, atau dengan dampak rendah seperti tenaga surya. Apapun, bisa jadi sudah terlambat bagi manusia untuk menyelamatkan Bumi.
3 Skenario
Para ilmuwan menyimpulkan 3 skenario yang berpotensi akan dihadapi umat manusia dan penduduk Bumi, yakni pendaratan lunak (soft landing), mati perlahan (a gradual die off), atau kehancuran total (full blown collapse).
1. Mati Perlahan
Ini adalah hasil paling umum yang diamati oleh para peneliti. Ketika peradaban di planet simulasi mulai menggunakan energi -- seperti yang terjadi di Bumi pada era Revolusi Industri -- populasinya pun akan meningkat.
Namun, karena peradaban terus menghabiskan sumber energinya, hal itu akan mendorong planet jauh dari kondisinya yang stabil.
Dan, ketika populasi terus membludak, segala hal akan melewati batas. Planet-planet dalam simulasi kemudian akan mengalami penurunan yang sangat dahsyat -- terutama dalam hal jumlah penduduk dalam bentuk kematian massal, sampai peradaban yang berkelanjutan tercapai sekali lagi.
Dalam banyak model, peneliti mengamati sebanyak 70 persen dari populasi binasa sebelum keadaan stabil tercapai lagi.
2. Soft Landing
Ini adalah hasil yang paling positif dari ketiga yang diamati. Seperti sebelumnya, peradaban di planet mirip Bumi menggunakan sumber dayanya dan jumlah populasinya mulai berkembang.
Namun, meski populasinya bertambah, penduduk planet tersebut mempertahankan transisi yang mulus menuju keseimbangan baru.
Dan, meskipun peradaban mengubah planet, mereka melakukannya tanpa memicu kepunahan massal.
3. Kehancuran Total
Awalnya populasi meningkat tajam. Namun, dunia tersebut terlalu sensitif untuk berubah dan tidak mampu mengatasi peradaban yang kaya sumber daya dan berkembang pesat.
Kondisi planet-planet segera memburuk, "seperti tanaman yang layu ketika dipindahkan," kata Profesor Frank.
Ketika kondisi di planet hancur atau kolaps, peradaban dalam skenario ini dengan cepat binasa.
Para peneliti kemudian memprogram peradaban di planet seperti itu untuk beralih dari sumber energi berdampak tinggi ke yang berdampak rendah. Hal itu dilakukan untuk mengetahui apakah cara itu akan mengubah nasib mereka.
Populasi yang hanya mengandalkan sumber daya energi berisiko tinggi segera musnah, sementara mereka yang beralih ke alternatif berdampak rendah akan jatuh, kemudian menstabilkan diri, meskipun dampaknya sementara.
Sayangnya, cara itu tidak pernah cukup untuk menunda yang tak terelakkan. Peradaban dalam simulasi akhirnya bergerak ke mundur menuju kepunahan.
Advertisement