Liputan6.com, Gorontalo - "Jangan menilai orang dari luarnya saja." Pepatah itu menggambarkan jalan hidup Irwan Tangio (43), warga Desa Huidu Utara, Kecamatan Limboto Barat, Kabupaten Gorontalo. Dengan tinggi badan kurang dari semeter, Irwan sempat disepelekan orang.
Namun, kesangsian orang dibuktikannya dengan karya nyata. Bapak tiga anak itu kini mampu memberdayakan masyarakat sekitarnya dengan usaha produksi arang yang terjual hingga ke Bitung, Sulawesi Utara.
Senin siang, 28 Mei 2018, Liputan6.com menyambangi pabrik arang milik pria bertubuh mini itu. "Iya benar. Saya pemilik pabrik ini," jawab Irwan sambil tersenyum.
Di pabrik itu, asap mengepul dari drum-drum tempat pembakaran. Di bagian lain, beberapa orang sedang memecahkan tempurung, sedang lainnya memasukkan pecahan tempurung ke drum pembakaran.
Baca Juga
Advertisement
Usaha produksi arang tersebut dirintis pria yang biasa disapa Kape itu sejak 2013 lalu. Sebelum memulai pabrik ini, ia terlebih dahulu berkecimpung dengan usaha pembuatan batu bata secara tradisional.
"Waktu itu kebetulan saya melihat sebuah produksi arang, yang sama sekali belum pernah saya lihat sebelumnya. Saya langsung mempelajari cara pembuatannya," ucap Kape.
Jauh sebelum terjun ke bisnis arang, Kape sempat menjadi calo penumpang angkutan umum di Terminal Kota Gorontalo pada 1992. Pekerjaan itu tak lama digelutinya karena mengaku tak nyaman dengan lingkungan pergaulan saat itu.
Ia kemudian memutuskan untuk berjualan buah. "Sampai pada suatu hari saya memutuskan pulang kampung, untuk membantu orangtua berkebun saja," kata Kape.
Dengan kondisi fisiknya, orangtua Kape sempat melarangnya bertani. Namun, larangan itu tak dihiraukan karena saat itu ia ingin mempersunting seorang gadis yang hingga saat ini menjadi istrinya, Syamsiah R Husain (40). Mereka berdua menikah pada 1995.
Setelah bergonta-ganti pekerjaan, Kape akhirnya menekuni produksi arang karbon dengan bantuan modal seorang bos Namun, seperti usaha awal pada biasanya, produk yang ia buat saat itu malah membuatnya merugi senilai Rp 5 juta.
"Saya dan istri sempat pesimistis dan ingin berhenti saat itu," ujarnya.
Lebih dari 50 Karyawan
Meski begitu, usahanya mulai menunjukkan hasil. Perlahan-lahan, ia mulai mengajak beberapa tetangga untuk bekerja dengannya, dengan niat membantu mereka.
"Awalnya mereka tak mau. Bahkan, malah bilang usaha saya tidak bisa menghidupi mereka," kata Kape.
Kape tak peduli. Ia tetap memproduksi arang bersama istri dan anak lelaki pertamanya. Hingga kemudian usahanya meroket, beberapa warga mulai menawarkan diri sebagai karyawannya.
Hingga saat ini, Kape memiliki lebih dari 50 karyawan, yang kebanyakan para remaja pengangguran dan ibu rumah tangga. Mereka mendapat upah maksimal Rp 75 ribu dalam sehari, tergantung capaian karyawan tersebut.
Namun, Kape menolak menyebutkan pendapatannya karena menurutnya rahasia perusahaan. "Kalau boleh jujur pendapatan tak terbatas, tergantung produksi. Nanti kalau saya bilang bisa-bisa upah gaji anggota dewan kalah, he-he-he," ungkap Kape sedikit bercanda.
Berkat lapangan pekerjaan yang dibuka Kape, salah seorang karyawannya bernama Muhamad Sarton (21) berhasil menikah. "Dari kerjaan ini saya bisa menghidupi diri saya. Bahkan saat pernikahan, Beliau (Kape) sangat membantu saya," ungkap pria yang baru menikah beberapa waktu lalu tersebut.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Advertisement