Agung Laksono: Golkar Konsisten, Jabatan Wakil Presiden Cukup 2 Periode

Agung Laksono bercerita, dua kali masa jabatan wakil presiden sebenarnya sudah digulirkan internal Partai Golkar sejak lama.

oleh Muhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 03 Jun 2018, 15:20 WIB
Ketua Dewan Pakar DPP Partai Golkar Agung Laksono (kanan) bersama anggota Dewan Pakar Golkar Ganjar Razuni (kiri) saat rapat dewan pakar di Kantor DPP Golkar, Jakarta, Senin (20/11). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Dewan Pakar Partai Golkar Agung Laksono menegaskan konsistensi partainya untuk tidak mendukung perpanjangan masa jabatan wakil presiden, lebih dari dua kali. Partai berlambang beringin ini ingin bahwa aturan tetap sesuai undang-undang berlaku pascareformasi.

"Pasca-Reformasi 1998 dilakukan amandemen UUD 1945 Pasal 7 oleh MPR 1997-1999 tentang pembatasan periodisasi jabatan Presiden dan Wakil Presiden," kata Ketua Dewan Pakar Agung Laksono dalam siaran pers diterima, Minggu (3/6/2018).

Agung bercerita, dua kali masa jabatan sebenarnya sudah digulirkan internal Partai Golkar sejak lama. Bahkan sebelum Reformasi 1998.

"Dokumen internal partai kami mencatat, pada 1983 mereka sudah merancang wacana yang berjudul Gagasan Presiden Dua Periode. Gagasan itu lantas ditambahkan dengan keterbukaan dan demokratisasi di bidang politik dan ekonomi," jelas Agung.

Senada dengan Agung, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto menyatakan, jabatan presiden dan wakil presiden dua periode adalah amanat konstitusi dan sejarah perjalanan bangsa Indonesia. Menurut dia, salah satu poin penting Reformasi 1998 adalah membatasi jabatan presiden dan wakil presiden hanya dua periode saja.

"Pembatasan jabatan tersebut melalui kajian mendalam di level partai. Termasuk di Partai Golkar yang sudah membahas wacana tersebut sejak 35 tahun lalu atau tepat 15 tahun sebelum Reformasi. Partai Golkar ingin konsisten dengan sejarah panjang tersebut," tegas Airlangga.

 


Polemik Dua Periode

Ketua Dewan Pakar DPP Partai Golkar Agung Laksono (tengah) bersama anggota Dewan Pakar Golkar Ganjar Razuni (kiri) dan Watty Amir (kanan) saat rapat dewan pakar di Kantor DPP Golkar, Jakarta, Senin (20/11). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Saat ini aturan berlaku mengenai hal itu mengacu pada UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu Pasal 169 huruf (n) tentang persyaratan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden. Dijelaskan, perhitungan dua periode bisa dihitung secara berturut-turut maupun tidak.

Polemik berkembang saat ini mencuat dari sebagian desakan publik untuk melakukan uji materi kepada Mahakamah Konstitusi terhadap pasal tersebut. Mereka berkeinginan memajukan Jusuf Kalla (JK) dalam kancah Pilpres 2019, seiring bursa wakil presiden untuk Joko Widodo yang masih sangat terbuka.

 

Saksikan tayangan video menarik berikut ini:

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya