Liputan6.com, Jakarta Memantapkan hati untuk bertemu psikolog adalah sebuah keberanian. Karena pada akhirnya kita berani menunjukan vulnerabililty (kerapuhan diri) yang disembunyikan selama ini. Kita mengizinkan diri ini menghadapi monster di dalam kita. Monster yang penuh kebencian, amarah, kesedihan, kekecewaan, duka, dan kedengkian.
Namun bertemu psikolog bukanlah tanpa persiapan. Demi memaksimalkan 50-90 menit sesi yang tersedia, kita perlu menyiapkan hal-hal di bawah ini agar tujuan konseling kita tercapai.
Advertisement
1. Tentukan Tujuanmu
Datang ke psikolog bukanlah sekedar curhat dan meluapkan emosimu sebanyak-banyaknya dalam bentuk kata dan air mata. Ada tujuan yang perlu ditetapkan dan disepakati agar terjadi perubahan signifikan pada diri kita. Sebagai contoh, jika kamu memiliki kecemasan berlebih, kamu bisa menetapkan tujuan mengurangi jumlah kecemasan setelah sesi terapi selesai. Atau jika kamu mengalami depresi dan kesulitan tidur, tujuan agar lebih mudah tidur dan merasa berenergi saat bangun bisa menjadi tujuan.
2. Siapkan catatan tentang emosi dan pikiranmu
Tuliskan momen-momen saat kamu benar-benar sedih dan terpuruk atau momen-momen saat kamu panik dan tidak sanggup mengontrol diri. Cobalah diingat apa yang menjadi pemicunya dan hal apa yang kamu lakukan setelah itu. Buatlah catatan seperti ini beberapa hari sebelum kamu ke psikolog agar saat konseling dimulai, kamu sudah lebih tau apa yang kamu alami dan waktu 50 menit tidak dihabiskan hanya untuk sekedar memetakan masalahmu.
List all your worry
List all your question
List all your thoughts
Track your mood changes
3. Siapkan mindset “gue bukan sekedar curhat” tapi mengatasi isu yang spesifik
Banyak orang yang datang ke psikolog ketika mereka sudah benar-benar di puncak masalah. Alhasil, ke 50 menit sesi konsultasi dihabiskan untuk menangis tersedu-sedu tanpa memberi kesempatan psikolog untuk berdiskusi. Lalu kemudian mereka pulang dan kecewa, “psikolognya diem aja, padahal udah mahal-mahal”
Konseling ke psikolog adalah sebuah proses. Psikolog butuh bekerja sama denganmu dan diberi kesempatan untuk memetakan masalahmu. Kemudian, psikolog juga butuh waktu untuk mengubah pola pikirmu agar tujuan konsultasimu tercapai.
4. Perhitungkan budget
Perhitungkan budget, jangan berharap satu kali ke psikolog langsung sembuh. Ingat, kamu sudah puluhan kali ke dokter untuk berobat dan juga sudah diimunisasi sejak kecil agar tidak mudah sakit. Maka jangan berharap sekali ke psikolog lalu langsung berubah menjadi Gandhi yang sangat lembut atau Nelson Mandela yang pemaaf.
Sekali datang ke dokter, hanya dalam 5-10 menit kamu rela keluar biaya sekitar 75.000 untuk biaya admin dan 100-300 ribu untuk obat. Sedangkan jika ke psikolog kamu bisa berdiskusi selama sekitar satu jam dengan biaya antara 250-750 ribu, kenapa tidak?
Saksikan juga video menarik berikut:
5. Ingat-ingat Obat yang Sedang Dikonsumsi
Coba ingat-ingat obat apa saja yang dikonsumsi akhir-akhir ini. Obat maag? Paracetamol? Bisa jadi, pusing atau mual yang kamu alami belakangan ini disebabkan oleh permasalah psikologis yang tidak kamu sadari.
Atau jika kamu sudah mengkonsumsi obat psikotropika seperti antidepressant, maka sampaikan juga ke psikolog agar mereka bisa semakin memahami kondisimu.
6. Siapkan diri untuk membuka lukamu
Katakan apapun yang terpendam, yang membuatmu malu, yang membuatmu takut dikira gila, sakit, jahat. Katakanlah semuanya. Konseling adalah tempat di mana pikiran aneh dan menyimpang dapat diterima.
Tidak ada yang salah dengan gagal move on selama tujuh tahun, tidak ada yang aneh dengan pikiran bunuh diri, tidak ada yang salah ketika kamu memiliki rasa benci terhadap orang tua, tidak ada yang salah jika kamu masih mengingat kata-kata jahat dari teman SD mu. Semua pikiran diterima, dan semua hal bisa didiskusikan.
7. Ingatkan dirimu bahwa psikolog juga manusia
Mempunyai ekspektasi itu boleh, namun selayaknya dokter, psikolog juga manusia. Tidak mesti semua psikolog bisa memahamimu. Atau bisa juga, kamu tidak cocok dengan seorang psikolog walaupun dia sangat bisa memahamimu.
Misalkan psikolog tersebut memiliki karakteristik seperti ayahmu baik dari segi usia dan penampilannya. Padahal kamu ke psikolog untuk mengatasi rasa marahmu pada ayah.
8. Datang lebih awal
Datanglah lebih awal karena ada dokumen yang perlu diisi. Selain itu, rasanya akan sangat tidak nyaman jika kamu ingin meluapkan masalahmu saat nafasmu masih tersengal akibat terburu-buru di jalan. Datanglah lebih awal untuk mengumpulkan semua pikiran dan perasaanmu agar siap melakukan sesi konseling.
Advertisement
9. Jadwalkan sesi terapimu di akhir hari sekolah/kerja
Konseling dan atau terapi sangat menyita energi. Jika kamu belum pernah sama sekali, maka sebaiknya jadwalkanlah konseling di hari akhir sekolah atau kerja. Ada sebagian orang yang tetap bisa beraktivitas setelah sesi konseling, namun ada juga orang-orang yang merasa sangat lelah dan hanya ingin berdiam diri di rumah. Konseling ataupun terapi psikologi itu layaknya melakukan operasi bedah, hanya saja yang dibedah adalah jiwamu, emosimu, pikiranmu. Maka dari itu sangat menguras tenaga.
Selain itu, menghabiskan waktu sendiri sangat berguna untuk memaknai kembali insight yang didapatkan selama sesi konseling.
10. Kenali jenis terapi yang akan kamu dapatkan
Masyarakat di Indonesia memang belum begitu mengenal tipe-tipe terapi psikologi. Akan tetapi, era digital membuat kita bisa mencari informasi lebih banyak tentang jenis-jenis terapi. Untuk permasalahan seperti depresi dan kecemasan biasanya terapi yang digunakan adalah Cognitive Behavioral Therapy (CBT).
Untuk masalah yang lebih dalam dan terkait trauma masa lalu biasanya menggunakan psikoanalisis. Terkait masalah kehidupan seperti penemuan makna diri sejati dan tujuan hidup dapat menggunakan logoterapi atau psikologi transpersonal.
11. Berbanggalah karena kamu sudah mengambil langkah baru
Masih banyak juga orang yang merasa emosi dan pikiran itu tidak perlu disembuhkan saat sakit. Masih banyak orang yang menganggap bahwa kesehatan hanyalah sebatas sehat fisik. Mereka mengabaikan kesehatan jiwa mereka karena takut dianggap lemah, sensitif, atau baper.
Tidak semua orang berani menyelami dirinya. Tidak semua orang berani mengenal monster yang ada di dalam diri kita. Kamu harus berbangga karena kamu mengambil langkah untuk memulai hidup baru.
Tulisan Regis Machdy dari Pijar Psikologi untuk Liputan6.com