Mengaku Telah Berkata Kasar ke Kuwait, Rodrigo Duterte Minta Maaf

Presiden Rodrigo Duterte sempat menuduh para majikan di negara-negara Arab tidak memperlakukan secara layak pekerja migran asal Filipina.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 04 Jun 2018, 13:19 WIB
Presiden Duterte 'Tak Sadar' Ada Tentara AS di Operasi Marawi (NOEL CELIS / AFP)

Liputan6.com, Seoul - Presiden Filipina Rodrigo Duterte menyampaikan permintaan maaf ke pemerintah Kuwait, karena telah melontarkan "kata-kata kasar" terkait pertikaian diplomatik tentang isu pekerja migran yang berlangsung selama berbulan-bulan.

Permintaan maaf itu disampaikan oleh Presiden Duterte pada hari Minggu, 3 Juni 2018,  di sela-sela pidato di hadapan komunitas warga negara Filipina di Korea Selatan.

Dikutip dari South China Morning Post pada Senin (4/6/2018), pertikaian antara Duterte dan pemerintah Kuwait bermula pada Februari lalu, ketika seorang tenaga kerja wanita (TKW) meninggal dalam kondisi mengenaskan, di mana jasadnya ditemukan tersimpan di dalam lemari pendingin milik majikannya.

Akibat insiden tersebut, Presiden Duterte memutuskan untuk menyetop pengiriman pekerja migran ke Kuwait, dan juga membatasi hal serupa ke negara-negara Teluk lainnya.

"Untuk pertama kalinya, saya mengakui bahwa saya telah berkata kasar, yang mungkin adalah hasil dari ledakan emosi. Tetapi saya ingin meminta maaf sekarang," kata Presiden Rodrigo Duterte.

"Saya minta maaf untuk bahasa yang saya gunakan tetapi saya sangat puas dengan ... bagaimana Anda (Kuwait) menanggapi masalah negara saya," lanjutnya. 

Pihak berwenang di Manila mengatakan sekitar 262.000 warga negara Filipina bekerja di Kuwait sebelum Februari. Mayoritas pekerja migran ini mencari nafkah sebagai pembantu rumah tangga.

Jumlah tersebut berada di tengah lebih dari dua juta warga negara Filipina yang bekerja di Timur Tengah, di mana arus pengiriman uang ke keluarga mereka di kampung halaman menjadi salah satu penggerak devisa terbaik negara kepulauan di utara Indonesia itu.

Pada puncak pertikaian terkait, Presiden Rodrigo Duterte sempat menuduh para majikan di negara-negara Arab sering melakukan pemerkosaan terhadap TKW asal Filipina.

Selain itu, ia juga menuding para majikan di kawasan Teluk kerap mempekerjakan buruh migran selama rata-rata 21 jam per hari, dan memberi mereka makanan sisa yang kurang layak.

 

Simak video pilihan berikut: 

 

 


Ketegangan Mendingin Sejak Mei

Filipina protes atas pembunuhan pekerja bernama Joanna Demafelis di Kuwait. Tubuhnya dibuang ke freezer oleh pasangan Lebanon dan Suriah (AFP)

Sementara itu, sebagai langkah balasan terhadap kemarahan yang dilontarkan Presiden Duterte, pemerintah Kuwait mengusir utusan diplomatik Manila pada April lalu, atas rekaman yang menunjukkan staf kedutaan membantu TKW asal Filipina melarikan diri dari bos --yang diduga berlaku kasar-- di Kuwait.

Ketegangan tersebut mendingin sejak bulan lalu setelah kedua negara menandatangani perjanjian tentang jaminan keselamatan kerja bagi para buruh migran Filipina yang bekerja di Kuwait.

Perjanjian tersebut akhrinya mendorong Duterte untuk segera mencabut larangan warga Filipina bekerja di Kuwait.

Disebutkan pula oleh Presiden Duterte bahwa dirinya berharap untuk mengunjungi Kuwait, guna mengucapkan terima kasih secara langsung.

Beberapa tuntutan Presiden Duterte yang dipenuhi oleh pemerintah Kuwait, di antaranya adalah memberi pekerja Filipina libur sehari dalam seminggu, dan jatah tidur selama tujuh jam setiap malamnya.

Selain itu, pemerintah Kuwait juga menyanggupi desakan agar setiap majikan memberikan jaminan bahwa pekerja asal Filipina bisa menyimpan paspor dan ponsel mereka seecara mandiri.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya