Tenaga Honorer yang Bekerja di Daerah Capai 87 Persen

Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo menuturkan, skema pengangkatan tenaga honorer menjadi CPNS didasarkan pada tiga hal.

oleh Liputan6.com diperbarui 04 Jun 2018, 14:18 WIB
Dalam aksinya, ribuan pegawai ini mengenakan seragam PNS warna cokelat dan sebagian lainnya mengenakan seragam PGRI, Jakarta, (15/10/14). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tengah membahas rencana pengangkatan tenaga honorer kategori dua (K2) menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS).

Hingga kini, pemerintah masih merampungkan data valid tenaga honorer yang memenuhi kriteria untuk diangkat. Wakil Menteri Keuangan, Mardiasmo, mengatakan sekitar 87 persen tenaga honorer bekerja di daerah. Sementara, sisanya sekitar 13 persen bekerja di pemerintahan pusat salah satunya untuk Kementerian Agama (Kemenag). 

"Sebagian besar, 87 persen itu honorer adalah di daerah melalui APBD. Sebagian kecil ada di pusat, itu Kemenag," ujar Mardiasmo di Gedung DPR-MPR, Jakarta, Senin (4/6/2018).

Mardiasmo menjelaskan, skema pengangkatan tenaga honorer menjadi CPNS didasarkan pada tiga hal. Pertama dasar hukum pengangkatan. Hal ini telah tertuang pada Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2005 tentang pengangkatan tenaga honorer menjadi CPNS. 

Faktor kedua, pengangkatan tenaga honorer juga harus mencakup validasi data, salah satunya batas usia tenaga honorer yang layak diangkat. Data ini umumnya dipegang oleh instansi dan kementerian terkait. 

"Kemudian validitas data untuk bagaimana misalnya batas usia. Karena kita inginkan honorer memenuhi kriteria dan persyaratan, termasuk cut off date-nya. Dan biasanya yang pegang ini adalah instansi yang lebih independen. Jadi, menverifikasi dan validisasi data," ujar dia.

Kemudian faktor ketiga adalah kondisi kemampuan keuangan negara baik APBN maupun APBD. "Kita inginkan apakah diangkat sekaligus atau bertahap. Jadi, akan kita lakukan exercise kira-kira beban APBN berapa APBD berapa," tutur Mardiasmo. 

 

Reporter: Anggun P.Situmorang

Sumber: Merdeka.com

 


Guru Honorer Keluhkan Kebijakan Formasi CPNS 2018

Ribuan pegawai honorer menggelar aksi longmarch dari patung kuda menuju Istana Negara, Jakarta, (15/10/14). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Sebelumnya, Ketua Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) Didi Supriyadi angkat suara soal isu formasi guru yang akan diprioritaskan dalam proses seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil 2018 (CPNS 2018). Menurut dia, itu menjadi dilema tersendiri bagi para guru honorer yang telah menjadi tenaga kontrak selama bertahun-tahun.

"Itu yang mengkhawatirkan. Menteri PANRB (Asman Abnur) ingin peserta CPNS dari jalur umum, sedangkan honorer minta diprioritaskan," ujar dia kepada Liputan6.com, Senin, 28 Mei 2018.

Seperti yang diketahui, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) kini tengah menggodok keputusan akhir CPNS 2018. Kabarnya, proporsi terbesar CPNS mulai dari 2018 sampai 2024 akan difokuskan untuk jabatan-jabatan teknis dan spesialis, salah satunya guru.

Terkait bagaimana keputusan akhirnya nanti akan keluar, Didit berpendapat akan ada semacam tarik ulur dari bermacam pihak untuk menentukan rumusan finalnya.

Bila berandai-andai formasi CPNS 2018, nanti pada akhirnya memang akan banyak mengambil tenaga guru dari jalur umum. Dia menyebutkan, guru honorer akan menjadi pihak yang sulit untuk menerima keputusan tersebut.

"Mereka jadi barisan sakit hati, menjadi bibit penentang siapa saja yang memerintah," ucap dia.

 

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya