Liputan6.com, Jakarta - Direktur Utama PT Inalum (Persero), Budi Gunadi Sadikin mengaku pengambilalihan Freeport Indonesia menjadikan transaksi tersulit sepanjang kariernya.
Seperti diketahui, sebelum menjadi Dirut Inalum, Budi lebih banyak berkarier di bidang perbankan. Dengan demikian masalah pengambilalihan saham sudah sering dihadapi dalam kariernya.
"Kalau deal-nya Freeport ini gampang, sudah dari 50 tahun lalu ini sudah terjadi. Ini jadi transaksi tersulit saya selama menjadi bankir, jujur saja. Jadi kami mohon doa restunya," kata Budi Gunadi Graha Niaga, Jakarta, Selasa (4/6/2018).
Baca Juga
Advertisement
Rumitnya transaksi, menurut Budi Gunadi karena beberapa hal. Pertama, faktor pendanaan yang diklaim sangatlah besar. Bahkan, untuk mendapatkan pendanaan, Inalum membutuhkan banyak bantuan dari berbagai perbankan.
Kedua, yang paling menyita waktu adalah adanya pihak-pihak yang terlibat sebelum proses divestasi ini selesai. Seperti halnya pengalihan saham Rio Tinto yang sebelumnya memang di luar perkiraan pemerintah.
Saat ini Rio Tinto memiliki 40 persen hak partisipasi atau participating interest (PI) di tambang Freeport Indonesia. Untuk memiliki mayoritas saham Freeport Indonesia (51 persen), Inalum harus membeli 40 persen hak partisipasi milik Rio Tinto tersebut. Kemudian dikonversikan menjadi kepemilikan saham PTFI dan digabungkan dari pembelian saham dari Freeport-McMoRan (FCX).
"Dengan begitu, bagaimana dikonversi jadi saham. Ada periode 2 periode sampai 2022 dan 2022 sampai 2041. jadi kompleksitasnya banyak," tambah Budi Gunadi.
Freeport Indonesia saat ini mengelola tambang tembaga terbesar ke dua di dunia dan juga mengelola tambang emas terbesar di dunia. Jika ini beralih menjadi milik Indonesia, menurut Budi, ini akan menjadi sejarah yang patut diapresiasi.
"Ini salah satu transaksi tersulit yang saya sebagai bankir 25 tahun rasakan, pencapaiannya beberapa minggu ini sudah signifikan. Ini salah satu aset terbesar Indonesia, ini tambang terbesar di dunia kedua, setelah di Chile semoga bisa kembali ke pangkuan ibu pertiwi," ujar Budi (Yas)
Reporter: Anggun P.Situmorang
Sumber: Merdeka.com
Proses Akuisisi Saham Freeport Bisa Selesai Juni 2018
Sebelumnya, Pemerintah menargetkan proses pelepasan saham (divestasi) PT FreeportIndonesia sebesar 51 persen dapat selesai Juni 2018. Saat ini proses negosiasi akuisisi sudah masuk tahap final.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mengatakan, untuk memiliki 51 persen saham Freeport, pemerintah melalui induk usaha (holding) Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sektor pertambangan mengincar 40 persen hak partisipasi atau Participatin Interst (PI) milik Rio Tinto.
Saat ini, Rio Tinto memang mendapat hak partisipasi untuk mengelola tambang Grasberg. Usai mendapat hak tersebut, pemerintah akan mengkonversinya menjadi saham Freeport Indonesia.
"Untuk menguasai PI Rio Tinto sebesar 40 persen itu sudah tahap final. Pelaksananya Inalum. PI 40 persen sudah siap jadi saham," kata Jonan, saat rapat dengan Komisi VII DPR, Rabu 30 Mei 2018.
Jonan melanjutkan, agar pihak nasional bisa genap memiliki saham Freeport menjadi 51 persen, maka pemerintah mengincar saham milik induk Freeport Indonesia yaitu Freeport McMoran sebesar 5 persen.
Ia yakin proses pengambilalihan hak partisipasi Rio Tinto dan juga pembelian saham dari Freeport McMoran dapat selesai Juni 2018.
"Mudah-mudahan Juni seluruh proses akuisisi selesai," tuturnya.
Menurut Jonan, penyelesaian divestasi Freeport menjadi syarat perpanjangan masa operasi. Selain itu ada juga syarat yang harus dipenuhi, yaitu pembayaran royalti dan pajak, pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral (smelter), perubahan status dari Kontra Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
"Sekarang nunggu hasil akuisisi ole Inalum, atas PI Rio Tinto, sisanya pembelian saham FCX oleh PTFI 5,6 -5,7 persen. Sekarang kita sudah punya 9 persen soalnya," ujar dia.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement