Liputan6.com, Jakarta - Rektor IPB, Dr Arif Satria mengatakan telah meminta klarifikasi BNPT terkait data yang menyebutkan tujuh kampus terpapar radikalisme. Menurutnya, masyarakat ingin mengetahui rasional dan objektif mendengarkan klarifikasi dari BNPT terkait bagaimana tujuh nama perguruan tinggi tersebut bisa muncul.
"Supaya bisa fair, supaya lebih enak, kalau itu berdasarkan hasil kajian, apa kriterianya apa, metodenya bagaimana, pengambilan data seperti apa," kata Arief seperti dilansir Antara, Rabu 6 Juni 2018.
Advertisement
Arief menambahkan, pihaknya dengan BNPT terus berupaya mengklarifikasi terkait temuan BNPT tersebut.
"Kami dengan BNPT masih terus klarifikasi, kami berharap BNPT bisa memanggil para pimpinan perguruan tinggi untuk bisa memberikan informasi yang lebih lengkap dan lebih utuh, sehingga kita bisa mencermati," kata Arif
Arif menyebutkan, sebagai perguruan tinggi, IPB harus bisa terbuka terhadap masukan dan kritik.
Dengan adanya pernyataan BNPT, kata Arief, menjadi isu yang sudah menyebar, IPB dalam posisi yang dirugikan, karena stigmatisasi itu bagian dari penyederhanaan dan generalisasi terhadap masalah-masalah yang ada.
"Jangan sampai nanti semua orang ke masjid takut, mau mengaji takut, pakai kerudung takut itu dianggap radikal, ini sesutau yang tidak kondusif, bukankah hak beragama masyarakat perlu diperluas," katanya.
Saat ini mahasiswa IPB didorong energinya difoksukan pada pengembangan profesi, difokuskan pada pengembangan profesionalitas, dan energinya.
IPB dibangun untuk membangun bangsa. Membangun bangsa dengan profesi yang kuat diikuti dengan akhlak yang baik dengan manajemen yang baik lagi.
Arif mengatakan, sampai saat ini pihaknya belum mendapat klarifikasi dari BNPT. Tetapi secara lisan permintaan untuk klarifikasi telah disampaikan Senin malam pada momen wawancara di televisi.
Dalam kesempatan itu, Arif menyampaikan secara lisan ke perwakilan BNPT yang hadir, bahwa IPB siap untuk bekerja sama, dan koorporatif serta terbuka dengan pihak-pihak otoritas.
"BNPT otoritas negara, IPB harus mendukung bahwa peran negara melindungi warganya," katanya.
Saksikan tayangan video menarik berikut ini:
Stigma Radikal
Arif menambahkan, stigmatisasi radikalisme di kampus ini bisa berdampak pada kekhawatiran orang tua, dan calon-calon mahasiswa. Padahal kampus-kampus yang ada di Indonesia benar-benar menyediakan ajang yang bagus untuk membuat mahasiswa berkembang, dan untuk menumbuhkan potensinya.
IPB lanjut dia, mendukung Negara dalam menegakkan keamanan, kedamaian, kenyamanan untuk berkehidupan, serta saling percaya.
"Berharap kalau itu dibangun, kalau energinya saling percaya jadi sangat kuat, untuk menghadapi isu terorisme yang sangat kuat ini," kata Arif.
Advertisement