Liputan6.com, Jakarta Ibadah puasa Ramadan memang wajib hukumnya bagi setiap muslim, kecuali bagi mereka yang tidak mampu. Penyebabnya bisa karena tua, sedang mengandung, atau sakit menahun.
Bagi mereka yang tidak berpuasa, syariat Islam mengatur ketentuan penggantinya. Jika masih kuat secara fisik diganti dengan qadha. Namun jika lemah tubuhnya diganti dengan fidiah.
Advertisement
Besaran fidiah adalah satu mud makanan pokok untuk satu hari puasa yang ditinggalkan. Di Indonesia, satu mud setara dengan 0,6 kilogram beras.
Terkait pembayarannya, apakah harus sekaligus atau boleh dicicil?
Dikutip dari bincangsyariah.com, Ibnu Hajar Al Haitami dalam kitab Tuhfatul Muhtaj menjelaskan fidiah diserahkan kepada fakir miskin. Selain golongan ini, tidak boleh menerima fidiah.
Jika diberikan selain kepada fakir miskin, maka tidak sah. Si pembayar wajib kembali membayar fidiah kepada fakir miskin.
Sementara terkait pembayarannya, Imam Ar Ramli dalam Fatawa Ar Ramli memberikan perincian mengenai hal ini. Ada tiga cara yang bisa dipakai untuk membayar fidiah.
Cara pertama, dibayar sekaligus di akhir Ramadan. Semisal, orang tidak sanggup berpuasa dari awal sampai Ramadan hampir selesai. Fidiahnya cukup dibayar sekali dengan jumlah sebagaimana puasa yang ditinggalkan.
Cara kedua, fidiah dibayar setiap hari begitu tidak puasa. Dianjurkan fidiah diberikan setelah terbit fajar.
Misalnya, seseorang tidak bisa puasa di hari pertama Ramadan. Maka ketika terbit fajar pertama Ramadan, fidiah dibayarkan.
Ketiga, dibayar setelah Ramadan selesai. Bisa dengan sekaligus atau dicicil setiap hari sampai lunas seperti puasa yang ditinggalkan.
Sementara terkait fidiah yang dibayarkan sekaligus di depan sementara puasa belum dijalankan, ulama berbeda pendapat. Mazhab Hanafi membolehkan, tetapi Mazhab Syafii melarangnya.
Sumber: Dream.co.id