Penyusun Revisi KUHP: Tipikor Akan Tetap Menjadi Kewenangan KPK

Tindak pidana pokok itu dimasukkan ke dalam KUHP sebagai tindak pidana khusus. Hanya saja itu dimuat dengan beberapa modifikasi.

oleh Ady Anugrahadi diperbarui 07 Jun 2018, 06:26 WIB
Mantan Menkumham Muladi.

Liputan6.com, Jakarta - Revisi KUHP menimbulkan polemik di masyarakat. Salah satunya terkait kemungkinan pelemahan KPK apabila RUU KUHP itu disahkan. Tim penyusun pun ramai-ramai membantah kesimpulan itu, salah satunya Profesor Muladi. Dia menjelaskan, khusus tindak pidana korupsi dalam KUHP hanya diatur core crime-nya saja atau tindak pidana pokok.

"Kalau korupsi itu yang terkenal core crime Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang 31 Tahun 1999. Itu melawan hukum, memperkaya diri sendiri, atau koorperasi dan merugikan keuangan negara. Pasal 3 menyalahgunakan wewenang dan tindak pidana suap," papar Muladi di Jakarta, Rabu (6/6/2018).

Dia menjelaskan, tindak pidana pokok itu dimasukkan ke dalam KUHP sebagai tindak pidana khusus. Hanya saja itu dimuat dengan beberapa modifikasi karena alasan rasionalitas.

"Jadi Undang-Undang 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tetap ada di luar KUHP. Tapi core crime-nya sebagai jembatan diatur di dalam rancangan KUHP ini atau KUHP baru," jelas Muladi.

Sementara itu, anggota tim penyusun lainnya, Harkristuti Harkrisnowo menyampaikan masyarakat tidak perlu khawatir. KPK tidak akan dilemahkan karena Undang-Undang 31 Tahun 1999 tentang Tipikor menerangkan secara jelas.

"Artinya, walaupun ada di dalam KUHP, tindak pidana korupsi tetap menjadi kewenangan KPK dan penegak hukum lain," terang dia.

"Ini adalah landasan kuat untuk penegakan hukum, termasuk KPK dalam menangani tindak pidana korupsi," Harkristuti menambahkan.

Dia menduga, hal itulah yang menjadi pemicu RUU KUHP menjadi polemik di masyarakat. "Ini nampaknya ada overside. Tidak dibaca oleh teman-teman yang mengatakan bahwa ini akan melemahkan legitimasi KPK," tutup Harkristuti.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Tidak Melemahkan KPK

Kepala BPHN, Nasional Enny Nurbaningsih (kanan) dan anggota tim pemerintah pembahasan RUU KUHP yang juga pakar hukum Muladi mengikuti rapat RUU KUHP dengan Komisi III DPR di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/2). Liputan6.com/Johan Tallo)

Sebelumnya, Muladi menolak keras anggapan pelbagai pihak yang menyebut revisi KUHP itu sebagai upaya melemahkan KPK. Dia pun mengaku siap diajak berdiskusi dengan siapa pun termasuk komisoner KPK untuk membahas hal ini.

Dia berpendapat RUU KUHP menjadi polemik di masyarakat akibat adanya salah pengertian dan pemahaman. Misalnya, pasal yang sering tidak disebut oleh KPK atau media, yaitu Pasal 729 yang mengatur tentang aturan peralihan.

"Pasal itu menyatakan bahwa pada saat KUHP ini mulai berlaku nantinya, ketentuan dengan bab tindak pidana khusus dalam undang-undang ini tetap dilaksanakan berdasarkan kewenangan lembaga yang telah diatur dalam undang-undang masing-masing," papar dia.

Sehingga, Muladi memastikan RUU KUHP tidak akan mengganggu KPK atau kewenangannya.

"Saya ulangi, tidak ada maksud dari undang-undang ini untuk mengurangi kewenangan atau mengganggu kewenangan KPK. Itu diatur dalam aturan peralihan Pasal 729 yang jarang disebut oleh beliau-beliau itu," pungkas Muladi.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya