Liputan6.com, Jakarta - PT Mass Rapid Transit Jakarta (PT MRT Jakarta) menandatangani Nota Kesepahaman atau MoU bersama Polda Metro Jaya. Hal itu dilakukan sebagai bentuk antisipasi menangkal aksi teror yang menyasar ke berbagai lini yang memang selalu tidak terduga.
Kepala Operasi dan Pemeliharaan PT MRT Jakarta Agung Wicaksono menyampaikan, fasilitas MRT di Jakarta masuk dalam Objek Vital Nasional. Proyek strategis nasional itu sangat membutuhkan perhatian segenap masyarakat dan pemerintah, mulai dari proses konstruksi hingga pengoperasiannya.
Advertisement
"Menjelang Ramadan kita dikejutkan dengan berbagai gangguan keamanan yang tentu bagi kita semua, termasuk MRT, saat beroperasi itu 130 ribu sampai 170 ribu orang dalam sehari akan melintas dengan kereta ini. Maka perlu suatu mekanisme pengamanan. Bukan hanya kenyamanan dan keselamatan penumpang saja, tapi juga keamanan," tutur Agung di Gedung Wisma Nusantara, Jakarta Pusat, Kamis (7/6/2018).
Menurut Agung, Nota Kesepahaman antara PT MRT Jakarta dengan Polda Metro Jaya bertujuan memastikan adanya pertukaran informasi kedua belah pihak. Tidak hanya lokasi stasiun, tapi juga terkait layout dan instalasi fasilitas secara strategis.
Selain itu, kerja sama pengembangan sumber daya manusia juga dilakukan. Pihak MRT Jakarta harus memiliki pemahaman keamanan yang sesuai dan diajarkan oleh kepolisian Polda Metro Jaya. Termasuk juga pembekalan tenaga sekuriti.
"Depo kita di Lebak Bulus, ada kereta kita yang disimpan, dan pusat pengendali juga. Dan juga stasiun-stasiun kita yang akan memiliki tiga stasiun besar, Blok M, Lebak Bulus, dan HI. Juga ada 10 stasiun lainnya yang semuanya butuh mekanisme pengamanan," jelas Agung.
Survei di 13 Titik Stasiun
Direktur Pengamanan Objek Vital Polda Metro Jaya Kombes Heri Purwono menambahkan, penandatanganan Nota Kesepahaman ini membuat payung hukum MRT menjadi jelas. Mulai dari proyek pembangunan hingga saat dioperasikan pada Maret 2019 mendatang.
"Guyon saya itu, ancaman enggak ada, yang ada serangan. Langsung. Khusus situasi sekarang yang berlaku ya seperti sekarang. Ini yang tidak boleh terjadi pada fasilitas kita. Ini objek fasilitas nasional yang tidak boleh tersentuh apapun," ujar Heri.
Rencananya, Senin 11 Juni nanti pihak kepolisian bersama MRT akan melakukan survei di 13 titik stasiun. Termasuk membaca potensi kerawanan, pengamanan gardu induk, juga situasi jalur sekitar.
"Kaitannya dengan kegiatan operasional MRT ke depan adalah manajemen sistemnya. Yang harus disiapkan fasiklitas kantor keamanan terpadu yang nantinya terkait pengamanan ke dalam dan keluar. Tidak harus besar, yang penting bisa mengakomodir semua," beber dia.
Termasuk juga penggunaan CCTV standar dan yang lebih canggih yakni dengan kemampuan face recognition. Tiap wajah yang terdeteksi kamera akan langsung dianalisis apakah orang tersebut merupakan ancaman di lingkungan MRT.
"Residivis kelihatan masuk (stasiun) misalkan, ada yang masuk, kita lihat potensi kerawanannya. Atau pengantin mau masuk, jangan sampai. Nanti meledak ke dalam," Heri menandaskan.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Advertisement