Liputan6.com, Jakarta Nuzul dan Ririn adalah pelajar SMPN 3 Poto Tano, Kabupaten Sumbawa Barat, yang merasa sebal terhadap teman-teman, khususnya remaja laki-laki yang sudah mulai merokok. Di luar lingkungan sekolah mereka kerap melihat saudara, kerabat, orangtua bahkan teman-teman seusia kumpul-kumpul sambil merokok. Kebiasaan ini berubah menjadi tekanan sosial bagi yang tidak merokok. Seolah-olah yang tidak merokok itu cupu, tidak gaul, dan enggak keren.
Rupanya kondisi ini tak jauh dari survei yang dilakukan tim Pencerah Nusantara di kalangan remaja di Kecamatan Poto Tano Kabupaten Sumbawa Barat 2016. Dari 260 responden usia SMP dan SMA, 60 persen menyatakan sudah terbiasa terpapar dengan lingkungan orang-orang yang merokok, seperti orangtua, guru, maupun teman sebaya.
Advertisement
Merujuk pada survei tersebut, Pencerah Nusantara Sumbawa Barat tergerak untuk menginisiasi terbentuknya Program Serdadu Tano, sebuah gerakan kepemudaan yang mengedukasi dan memberi informasi mengenai fakta dan bahaya rokok serta isu-isu kesehatan remaja, mitos versus fakta usia remaja, dan meluruskan stigma-stigma tentang menjadi “keren” di usia remaja.
Kader kesehatan
Serdadu Tano terdiri dari anak-anak SMP dan SMA yang dilatih sebagai kader kesehatan remaja binaan UPTD Puskesmas Poto Tano. Mereka adalah ujung tombak di sekolah dan masyarakat untuk memberantas rokok, khususnya bagi pemuda atau teman sebaya mereka. Kader-kader Serdadu Tano tersebut dilatih setiap bulan oleh Pencerah Nusantara dan Pembina PKPR Puskesmas Poto Tano dengan materi yang sesuai dan tengah menjadi topik pembicaraan hangat di kalangan remaja. Salah satunya adalah materi mengenai bahaya rokok yang menjadi tantangan tersendiri bagi kawula muda.
Kader Serdadu Tano biasanya akan langsung praktik dan membagi ilmu yang mereka dapatkan dari Puskesmas seminggu sekali pada jam ekstrakulikuler atau jam IMTAQ (Iman dan taqwa) di sekolah masing-masing. Penyampaian materi dilakukan dengan cara dan gaya yang unik seperti pembacaan pantun, pemutaran video atau gambar menarik, atau dengan slide presentasi yang mampu menarik perhatian pendengarnya.
Advertisement
Lebih terbuka
Sebanyak 71,3 persen responden remaja mengatakan lebih senang dan terbuka bila menerima informasi dan sharing dari teman sebaya daripada materi dan edukasi yang disampaikan orang yang lebih tua. Karena itu, gerakan-gerakan kepemudaan yang berasal, dari, dan untuk pemuda itu sendiri harus lebih digalakkan karena informasinya dianggap lebih melekat dan dapat diterima oleh pemuda.
Tanpa kita sadari, anak muda merupakan pangsa pasar utama bagi industri rokok (rokok tembakau maupun elektrik). Selain itu, persepsi yang dimunculkan iklan rokok bahwa rokok itu keren, turut memengaruhi pembuatan keputusan di kalangan anak muda sehingga mereka beranggapan apabila tidak merokok maka tidak keren atau kalau ngumpul asyiknya ngepul.
Keberadaan Nuzul, Ririn dan Serdadu Tano mampu menjadi contoh nyata bahwa jika pemuda diberdayakan dengan kegiatan yang tepat, maka pengaruh buruk seperti rokok, dapat diantisipasi untuk memastikan kualitas generasi muda Indonesia yang optimal. Apalagi berdasarkan Global Youth Survey (GYTS), 1 dari 5 anak usia 13-15 tahun di Indonesia sudah pernah merokok.
Survei Indikator Kesehatan Nasional tahun 2016 juga menunjukkan angka remaja pria yang merokok mencapai 54,8 persen dan ada peningkatan perokok usia 15-19 tahun dari angka 12,7 persen pada 2001 menjadi 23,1 persen pada 2016.
Penulis: Drg. Fatmasari Purba (Pencerah Nusantara Angkatan VI)
Penyunting: Yeyen Yenuarizki