Liputan6.com, Jakarta - Laut Tengah bisa menjadi "lautan plastik", menurut World Wildlife Fund (WWF), lembaga konservasi dunia dalam laporan yang dirilis hari Jumat (8/6/2018). Laporan WWF itu menyerukan pembersihan salah satu kawasan air dunia yang sangat tercemar.
Kata WWF, tingkat mikro-plastik yang terdapat dalam air Laut Tengah sangat tinggi. Mikro-plastik adalah lempeng-lempeng kecil plastik yang besarnya kurang dari lima milimeter dan sering ditemukan dalam ikan dan hewan laut lainnya. Mikro-plastik ini berbahaya bagi kesehatan manusia.
Advertisement
Konsentrasi mikro-plastik di Laut Tengah hampir empat kali lebih tinggi dari perairan terbuka lainnya di dunia, kata laporan yang berjudul Keluar dari Perangkap Plastik: Bagaimana Menyelamatkan Laut Tengah dari Polusi Plastik.
Masalahnya, sama dengan yang dialami di seluruh dunia, adalah plastik telah menjadi bagian penting kehidupan manusia sehari-hari, sedangkan pendauran ulang hanya bisa mengurangi sepertiga sampah plastik di Eropa.
Plastik merupakan 95 persen sampah yang terapung di Laut Tengah dan di sepanjang pantainya. Kebanyakan berasal dari Turki dan Spanyol, disusul dari Italia, Mesir dan Perancis, kata laporan itu.
"Karenanya harus ada perjanjian internasional untuk mengurangi pembuangan sampah plastik ke laut," kata WWF seperti dikutip dari VOA Indonesia, Jumat (8/6/2018).
Semua negara di sekitar Laut Tengah harus meningkatkan pendauran ulang, melarang penggunaan kantong-kantong dan botol plastik sekali pakai, dan menghentikan penggunaan mikro-plastik dalam detergen dan kosmetik menjelang tahun 2025.
Industri plastik sendiri harus mengembangkan produk-produk yang bisa di daur-ulang dan dijadikan kompos, terbuat dari bahan-bahan mentah yang bisa diperbaharui, dan bukannya menggunakan bahan kimia yang diolah dari minyak bumi, tambah pernyataan WWF itu.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Alat Makan Plastik Sekali Pakai Akan Dilarang, Ini Alasannya...
Demi memerangi limbah plastik dunia, komisi Eropa mengambil langkah tegas. Mereka berencana melarang sedotan dan alat makan dari bahan tersebut.
Komisi Eropa pada Senin 28 Mei 2018 membenarkan bahwa mereka sedang menyiapkan aturan-aturan baru untuk memerangi limbah plastik dan melindungi laut dan kerusakan lingkungan. Selain sedotan dan alat makan plastik, peralatan plastik sekali pakai yang lain juga akan dilarang, seperti korek kuping dari plastik.
"Tidak diragukan lagi, limbah plastik adalah tema penting, dan Eropa harus menanggulangi ini bersama-sama," kata Wakil Presiden Eropa, Frans Timmermans.
Peralatan plastik yang dilarang harus digantikan dengan material ramah lingkungan. Perusahaan yang bertanggung jawab untuk pencemaran lingkungan juga akan dituntut untuk membiayai pekerjaan pembersihan.
Uni Eropa memperingatkan, jika tidak ada langkah penanggulangan yang dilakukan, maka pada tahun 2050 di lautan dunia akan ada lebih banyak limbah plastik daripada ikan.
Menurut Komisi Eropa, aturan yang disiapkan bertujuan mengurangi kerusakan lingkungan senilai 22 juta Euro. Emisi karbondioksida bisa dikurangi sampai 3,4 juta ton. Langkah ini dilakukan terutama untuk perlindungan laut, yang kini dipenuhi limbah plastik.
Negara-negara anggota Uni Eropa diminta menggunakan plastik daur ulang. Untuk setiap kilogram sampah plastik yang tidak didaur ulang, negara anggota akan dituntut untuk membayar sejumlah dana tertentu ke kas Uni Eropa.
Setiap negara anggota juga akan diwajibkan menerapkan sistem daur ulang untuk mengumpulkan sedikitnya 90 persen botol plastik yang digunakan di negaranya. Untuk meningkatkan kesadaran konsumen, Uni Eropa akan menggencarkan informasi tentang bahaya kemasan plastik.
Advertisement