BFI Finance Dapat Persetujuan Terbitkan Obligasi Rp 8 Triliun

Obligasi BFI Finance senilai Rp 8 triliun merupakan Penawaran Umum Berkelanjutan (PUB) dan sudah mendapatkan persetujuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

oleh Arthur Gideon diperbarui 09 Jun 2018, 14:30 WIB
(Foto: Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - PT BFI Finance Indonesia Tbk (BFIN) berencana menerbitkan surat utang (obligasi) berkelanjutan dengan nilai total Rp 8 triliun. Gugatan dari PT Aryaputra Teguharta (APT) tidak menganggu aksi korporasi tersebut.  

Obligasi senilai Rp 8 triliun merupakan Penawaran Umum Berkelanjutan (PUB) dan sudah mendapatkan persetujuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Pada tahap awal, BFI Finance akan menerbitkan sebesar Rp 740 miliar dijadwalkan pada 26 Juni 2018. Dana tersebut akan dipergunakan untuk pembiayaan (refinancing).

Direktur BFI Finance Sudjono mengungkapkan, rencana bisnis perseroan dan berbagai rencana aksi korporasi berjalan sesuai rencana. Tidak terganggu sama sekali oleh manuver dilakukan APT.

”Perjalanan bisnis berjalan normal saja. Ada yang bertanya (terkait gugatan APT) tapi tidak ada yang meragukan manajemen,” ungkapnya dikutip dari keterangan tertulis, Sabtu (9/6/2018).

Sudjono melanjutkan, kasus ini merupakan cerita lama. Sudah selesai di tingkat pengadilan dan proses resmi perusahaan. ”Ini bukan kasus baru dan tidak ada dasar baru yang menguatkan klaim,” tegasnya.

Semua proses yang dijalankan BFI Finance termasuk terkait kepemilikan saham sudah terbuka dan diungkap secara resmi. Tertuang juga dalam laporan keuangan perseroan.

 


Masalah Gugatan

Ilustrasi Sidang.

Terkait gugatan, Kuasa Hukum BFI Finance Indonesia, Anthony L.P. Hutapea, secara tegas menolak permintaan pelaksanaan pembayaran dividen dan dwangson (uang paksa) kepada APT, sesuai dengan surat yang dikirimkan oleh kuasa hukum APT, Hutabarat Halim & Rekan (HHR) kepada BFI Finance pada 4 Juni 2018.

Permintaan tersebut tidak berdasar karena APT sudah tidak lagi menjadi pemilik saham BFI Finance. Pasalnya, saham-saham APT telah dialihkan kepada pihak ketiga melalui The Law Debenture Trust Corporation.p.I.c. sesuai Perjanjian Perdamaian tertanggal 7 Desember 2000 yang telah disahkan oleh Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada tanggal 19 Desember 2000.

”Pengalihan saham tersebut juga sesuai dengan Perjanjian Jual Beli Saham (Share Sale and Purchase Agreement) pada tanggal 9 Februari 2001. Dan pengalihan tersebut dinyatakan sah oleh Mahkamah Agung (MA) berdasarkan Putusan Nomor 240 PK/PDT/2006 tertanggal 20 Februari 2007,” kata Anthony.

Oleh karena itu, kata dia, APT tidak berhak atas dividen karena selama ini BFI telah melakukan pembagian dividen kepada seluruh pemegang saham yang tercatat sesuai daftar pemegang saham yang dikeluarkan oleh otoritas yang berlaku (KSEI).

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Perjuangan PT Aryaputra

PT Aryaputra Teguharta (APT) terus berjuang untuk mendapatkan hak saham 32,32 persen di PT BFI Finance Indonesia Tbk.

Sebelumnya, PT Aryaputra Teguharta (PT APT) terus berjuang melalui lembaga-lembaga peradilan untuk mendapatkan hak saham sebesar 32,32 persen di PT BFI Finance Indonesia Tbk.

Hal itu diperkuat oleh pernyataan dari Hutabarat Halim dan Rekan Lawyers (HHR Lawyers) selaku kuasa hukum PT APT, yang menegaskan bahwa perseroan adalah pemilik sah 32,32 persen saham BFI Finance.

Pheo Hutabarat dari HHR Lawyers mengungkapkan, saham milik PT APT secara ilegal ditransfer dari PT BFI Finance kepada pihak ketiga pada 2001. Kliennya pun keberatan terhadap Peninjauan Kembali (PK) kedua yang dilayangkan PT BFI Finance kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, 20 November 2017.

"APT sebagai pemilik sah saham PT BFI keberatan dengan PK kedua itu. Artinya, ada penegasan pemilikan saham, padahal hukum sudah stop sejak 2007," tekan dia pada 14 Mei 2018.

Pada akhir Maret 2018, Bloomberg melaporkan bahwa total nilai saham BFI Finance mencapai USD 1 miliar. Itu berarti, sebesar 32,32 persen saham yang PT APT miliki di sana setara dengan USD 300 juta, atau Rp 4 triliun.

Lebih lanjut, Pheo mengecam tindakan BFI Finance, yang juga mengajukan PK 2. Padahal menurutnya, mengutip acuan aturan hukum, sang lawan tidak punya wewenang membuat PK jika APT sudah melakukannya.

Nilai hukum sebuah kepemilikan saham itu bersifat tetap, sehingga APT masih berhak meminta kepastian sebagai pemegang saham yang sah di PT BFI Finance. Jika masih tidak diakui, itu akan melanggar hukum.

"Berbagai gugatan sudah dipersiapkan. Dalam minggu ini akan kita jalankan," kata Pheo.

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya