Liputan6.com, Jakarta - Pertemuan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto bersama pendiri Partai Amanat Nasional (PAN) Amien Rais dengan pemimpin Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab di Mekah melahirkan Koalisi Keumatan. Nama koalisi umat itu merupakan usulan Rizieq ke Prabowo untuk menantang Jokowi pada Pilpres 2019.
Sejauh ini, ada empat partai yang tergabung dalam koalisi umat, yakni Gerindra, PKS, PAN dan PBB. Saat ini, keempat partai tersebut tengah mengajak Partai Demokrat dan PKB untuk bergabung.
Advertisement
Sebagai iming-imingnya, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon mengatakan, Gerindra akan menawarkan kursi menteri. Namun, sebelum pembagian kekuasaan, Gerindra terlebih dulu memprioritaskan pembicaraan untuk menyamakan visi dan misi.
Menurutnya, pembagian kekuasaan adalah sesuatu yang tidak bisa dihindarkan di koalisi partai manapun. Yang terpenting, kata Fadli, menteri-menteri yang dipilih adalah orang-orang yang memiliki kompetensi dan integritas.
"Saya kira enggak bisa dihindarkan mana ada koalisi tanpa power sharing yang sekarangkan juga begitu tinggal porsi power sharing-nya seperti apa," jelasnya.
Namun, gayung tak bersambut. Kepala Divisi Advokasi dan Bantuan Hukum Partai Demokrat (PD) Ferdinand Hutahaean mengungkapkan, partainya mengurungkan niat bergabung dengan Koalisi Keumatan.
Ferdinand mengatakan sikap ini diambil karena partainya tidak ingin berada di bawah bayang-bayang Rizieq Shihab.
"Orang-orang yang menyampaikan itu seolah-olah itu adalah komando Pak Habib Rizieq. Jadi kalau itu komando Rizieq, Demokrat akan mengurungkan niat bergabung di sana," ungkap Ferdinand, di DPP Partai Demokrat, Jl Proklamasi, Jakarta Pusat, Kamis 7 Juni 2018.
Ferdinand menyampaikan sikap yang diambil oleh partainya saat ini terhadap koalisi keumatan merupakan bentuk penggunaan hak SBY dalam memimpin partai. Menurutnya, Demokrat tetap menghargai politik dari kubu yang berseberangan.
Selain itu, Ferdinand juga membeberkan, sebelum pertemuan kedua tokoh parpol dari Koalisi Keumatan dengan Rizieq Shihab, Partai Gerindra merupakan parpol yang paling intens berbicara dengan partainya. Namun setelah terjadi pertemuan itu, diakui, mempengaruhi posisi politik Demokrat.
"Tadinya bersama-sama kita ingin bersama Pak Prabowo, ini kita agak injak rem nih," ujarnya.
Peristiwa itu juga memberikan dampak lain bagi Demokrat. Dikatakan oleh Ferdinand, ini menjadi alasan partainya akan membangun poros nusantara atau kerakyatan.
"Dan kita akan serius bangun poros nusantara, ya sudah, sekarang kita bantu-bantu rakyat dulu lah, supaya rakyat liat yang bantu dan peduli mereka siapa," ucap dia.
Meskipun begitu, jika Prabowo dapat menjelaskan bahwa koalisi keumatan tidak di bawah komando Rizieq, menjadi mungkin komunikasi antar kedua partai terjalin intens kembali.
"Oh kita akan menjalin komunikasi terus untuk berkoalisi dengan Gerindra dong," ucap Ferdinand menjelaskan.
Karenanya, mengusung capres-cawapres Prabowo-Agus Harimurthi Yudhoyono pun bukan tidak mungkin dapat terjadi.
"Kalau diukur dari survei yang dilakukan internal dari partai Demokrat, memang menjadi terkuat untuk mengalakan Pak Jokowi ini lah yang kita bangun terus," imbuhnya.
Hanya Keajaiban
Wakil Ketua Majelis Syura Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Hidayat Nur Wahid menegaskan koalisi keumatan tidak berada di bawah komando pemimpin Front Pembela Islam, Rizieq Shihab. Menurutnya, pertemuan sejumlah partai dengan Rizieq di Arab Saudi hanya sekadar mendengarkan aspirasi.
"Koalisi keumatan pun itu sudah dilaksanakan. Karena itu kami partai-partai politik tidak dalam posisi berada di bawah Habib Rizieq, kami yakin juga Habib Rizieq tidak berada di antara partai-partai politik," kata Hidayat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat 8 Juni 2018.
Ia menjelaskan, konteks koalisi partai di pilpres sama sekali tak ada kaitannya dengan organisasi masyarakat. Karena itu, dia yakin Rizieq tidak akan mendikte setiap partai.
"Parpol atau gabungan partai politik, pastilah dia memahami situasi ini. Karenanya, saya yakin beliau tidak dalam rangka mendikte partai-partai politik apalagi mengatasi partai politik-partai politik," ujarnya.
Dia juga tidak mempermasalahkan keengganan Partai Demokrat bergabung dengan koalisi keumatan. Demokrat enggan bergabung karena koalisi itu dianggap berada dalam komando Rizieq.
"Kalau kemudian rekan-rekan dari Demokrat kemudian tidak setuju dengan istilah ya bebas saja. Kami pun belum memberikan nama atas koalisi ini, namanya apa," ucapnya.
Sementara itu, Ketua DPP Gerindra Desmond Junaidi Mahesa tak yakin terbentuknya Koalisi Umat yang digawangi Partai Gerindra, PKS, PAN dan PBB yang dicetuskan Rizieq Shihab untuk Pilpres 2019. Sebab, PKB yang juga partai berbasis Islam tidak menyatu dengan Koalisi Umat tersebut. Gerindra sendiri berlatar belakang nasionalis.
"Apa mungkin PKB bisa bergabung dengan PAN, PPP, dan PKS? Kalau bicara Koalisi Umat kan sebenarnya ini partai-partai Islam, tidak termasuk dalam kategori Gerindra yang nasionalis. Menyatukan partai Islam sendiri, bisa enggak," kata Desmond di Gedung DPR, Senayan, Kamis (7/6/2018).
"Sampai saat ini saya belum melihat kalau itu ada, bagaimana PPP dengan PKB, bagaimana dengan PKS dan PKB," imbuh dia.
Menurut legislator Partai Gerindra ini, Koalisi Umat hanya angan-angan. Apalagi waktu pendaftaran untuk Pemilu 2019 disertai Pilpres 2019 juga sudah semakin dekat.
"Bagi saya koalisi keumatan itu suatu keniscayaan untuk mereka bisa lebih konkret di 2019, karena di 2019 ini kan mulai Juni, Agustus kan, mungkin enggak dalam waktu dua bulan? Hanya keajaiban yang bisa membentuk Koalisi Umat," pungkas Desmond.
Advertisement
Umat Kok Koalisi?
Ketua PBNU Said Aqil Siradj terlihat bingung ketika diminta menanggapi wacana pembentukan koalisi keumatan yang kian santer terdengar. Menurut dia, umat tidak perlu lagi untuk berkoalisi.
"Umat kok koalisi, umat tuh gak koalisi," ujar Said seraya tertawa, di Gedung PBNU, Jakarta Pusat, Jumat (8/6/2018).
Koalisi keumatan sendiri diidentikkan dengan empat partai, yakni, PKS, Gerindra, PAN dan PBB. Wacana koalisi keumatan muncul setelah sejumlah petinggi partai bertemu pentolan FPI Rizieq Shihab di Arab Saudi.
Said Aqil mengomentari etika berpolitik yang menggunakan agama. Ia mencontohkan penggunaan dalil-dalil ataupun pembagian zakat untuk mendompleng elektabilitas.
Menurut Said, organisasinya menolak jika agama dijadikan sebagai alat untuk berpolitik. Karena, kata dia, agama dilihat sebagai suatu yang murni, mulia dan suci, bukan untuk kepentingan sesaat.
"Nilai-nilai illahiyah, nilai-nilai Tuhan, jangan untuk kepentingan sesaat," imbuhnya.
Terpisah, Tenaga Ahli Utama Kedeputian IV Kantor Staf Presiden Bidang Komunikasi Politik dan Diseminasi Indivasi, Ali Mochtar Ngabalin menilai pembentukan koalisi keumatan tersebut dapat memecah belah rakyat Indonesia.
"Ini yang saya jelaskan gunakan pilihan kata yang kurang santun yang pecah belah rakyat pecah belah umat," kata Ali Mochtar Ngabalin.
Dia pun mempertanyakan umat mana yang dimaksud masuk dalam koalisi keumatan. Dia meminta agar seluruh pihak menggunakan strategi politik secara santun dalam Pilpres 2019.
"Umat mana yang dimaksudnya? Mari berpolitik dengan santun dengan cara yang mengedepankan ahlakul karimah," ujar Ngabalin.
Sementara itu, Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuziy mengatakan, istilah umat yang mereka wakili tak bermakna untuk seluruh kepentingan muslim. Sebab, jumlah umat Islam yang terwakili di dalam koalisi pengusung Jokowi lebih besar dibanding jumlah koalisi umat atau umat Islam koalisi di luar Jokowi.
"Karena jumlah umat Islam yang terwakili di dalam koalisi pengusung Pak Jokowi hari ini juga sudah lebih besar dibandingkan jumlah umat Islam yang mereka wakili," ucap Romi.
"Jadi istilah penggunaan umat ini sesungguhnya merupakan bagian dari ikhtiar untuk mencoba menyatukan seluruh potensi umat Islam, tapi yakinlah bahwa itu tidak akan terjadi karena namanya juga klaim, ini sebuah ikhtiar yang patut kita apresiasi tapi sesungguhnya belum tentu seluruh komponen umat Islam terwakili disana," ujar Romi.
Dia juga melihat koalisi umat tersebut bukan sebuah ancaman untuk kubu Jokowi. Melainkan, kata dia, bagian dari mitra kontestasi yang akan mampu memberangkatkan pasangan di luar Jokowi.
"Sampai hari ini kan kalo kita lihat pilihan tagar #2019GantiPresiden itu merupakan ikhtiar untuk menyatukan seluruh kekuatan anti-Jokowi, baik yang Pro-Prabowo maupun yang di luar Pro-Prabowo," ucap Romi.
"Tetapi dari angka-angka survei hari ini yang terus kita lakukan menunjukkan bahwa hastag ini kan juga tidak mampu mengkonsolidir itu semua, jadi saya tidak melihat itu sebagai sebuah ancaman tapi itu sebagai mitra kontestasi yang akan mengulang pertandingan 2014 yang lalu," tegas Romi.
Saksikan video pilihan di bawah ini: