Perludalegem: Animo Masyarakat Jadi Caleg di Pemilu 2019 Menurun

Menurut Perludem, hal tersebut bisa ditanggulangi dengan kaderisasi yang baik dari partai. Caleg yang dihasilkan dari kaderisasi juga bakal menguntungkan partai secara ideologis.

oleh Liputan6.com diperbarui 11 Jun 2018, 05:09 WIB
Ilustrasi Pemilu 1(Liputan6.com/M.Iqbal)
Liputan6.com, Jakarta - Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini menuturkan, keinginan masyarakat untuk mencalonkan diri sebagai anggota legislatif menurun pada pemilu 2019 dibandingkan saat Pemilu 2014 lalu. Penurunan ini, kata dia, salah satunya karena ada trauma bagi bakal caleg yang pernah mencalonkan diri pada pemilu sebelumnya.
 
"Memang ada penurunan animo untuk maju. Itu bisa disebabkan oleh beberapa hal, kalau dia pernah nyaleg, biasanya dia trauma terhadap proses kompetisi sebelumnya yang dianggap terlalu bebas, dan tidak memberi proteksi kepada calon," kata Titi di kantor Bawaslu, Jakarta Pusat, Minggu, (10/6/2018).
 
Titi menjelaskan, calon seperti itu biasanya tidak mendapatkan bantuan dari partai politik, baik dari segi perlindungan terhadap kecurangan maupun biaya. 
 
"Mereka dibiarkan berkompetisi dan kemudian seperti tidak mendapatkan pengawalan dari partai, seperti biaya, praktek kecurangan, maupun misalnya manipulasi suara. Itu yang membuat calon laki-laki atau perempuan berpikir dua kali untuk maju sebagai caleg di Pemilu," jelasnya.
 
 

Parpol Kembali ke Kader

Pendukung peserta partai politik PDIP, Demokrat, Gerindra dan Berkarya menunjukkan nomor parpol sambil yel-yel usai pengambilan nomor urut peserta pemilu 2019 di KPU, Jakarta, Minggu (18/2). (Liputan6.com/Faizal Fanani)
Menurut Titi, hal tersebut bisa ditanggulangi dengan kaderisasi yang baik dari partai. Caleg yang dihasilkan dari kaderisasi juga bakal menguntungkan partai secara ideologis.
 
"Partai politik saya kira harus kembali ke kadernya, karena kalau rekrutmen berbasis kaderisasi, kan terikat lebih ideologis. Punya ikatan untuk mendukung platform partai. Partai harus kembali ke akarnya," kata dia.
 
Dari sikap penyelenggara sendiri, Titi menilai harus menanggulangi dari pola kompetisi yang sengit. Serta harus menjaga profesionalitas sebagai penyelenggara pemilu.
 
"Jadi penyelenggara harus mengantisipasi pola kompetisi yang semakin sengit dan kompetitif. Penyelenggara juga harus menjaga integritasnya, karena terkadang ada upaya untuk mempengaruhi. Kedua, karena beban penyelenggara sangat berat, KPU dan Bawaslu perlu memastikan profesionalisme dan penyelenggara pemilu siap menjaga standar kualitas penyelenggaran pemilu," Titi menegaskan.
 
Reporter: Ahda Bayhaqi
 
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya